Tanggapan Buruh soal Kebijakan Tapera: Makin Menyulitkan
Potongan upah buruh sudah terlalu banyak, seperti BPJS kesehatan, Jamsostek, jaminan pensiun, dan lainnya.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI, Roy Jinto menegaskan. serikat pekerja menolak PP 21 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Roy menyatakan PP Tapera ini hanya semakin mempersulit dan memberatkan buruh dengan iuran wajib yang dipotong dari upah pekerja setiap bulannya.
Potongan upah buruh, katanya, sudah terlalu banyak, seperti BPJS kesehatan, Jamsostek, jaminan pensiun, dan lainnya.
Tapera juga, lanjutnya, hanya akal-akalan pemerintah mengumpulkan dana dari buruh yang dikelola oleh Badan Pengelola Tapera.
"Pemerintah tidak mempunyai sensitivitas dengan kondisi rakyat khususnya buruh yang sangat sulit. Kami tahu tahun ini kenaikkan upah buruh sangat kecil bahkan ada yang hanya Rp 13 ribu per bulan akibat UU Cipta Kerja. Nah pemerintah justru menambah kesulitan ekonomi buruh dengan Tapera, harga sembako yang melambung tinggi, pajak penghasilan PPH21. Jadi, jangan rakyat selalu menjadi korban kebijakan pemerintah," katanya, Rabu (29/5/2025).
Baca juga: Aturan Baru Tapera Potong 3 Persen Gaji Bikin Heboh, Begini Penjelasan Badan Pengelola dan Pengamat
Roy meminta kepada pemerintah untuk membatalkan dan mencabut PP tersebut.
Jika pemerintah memaksakan, maka katanya, buruh akan mengambil jalan untuk melakukan aksi penolakan mengenai Tapera.
Berbeda dari pandangan buruh, pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran, Yogi Suprayogi Sugandi, menganggap, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) merupakan terobosan pemerintah yang mempunyai nilai strategis.
Baca juga: Pemerintah Buka Pendaftaran Calon Komisioner dan Deputi Komisioner BP Tapera, Simak Persyaratannya
Kendati demikian, Yogi menyebut ada tantangan dengan diberlakukannya kebijakan Tapera yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
“Tantangannya terkait kategori orang yang bekerja. Bagaimana masyarakat yang bekerja sebagai buruh harian lepas? tetap harus jelas sistemnya,” ujarnya saat dihubungi Tribunjabar.id, Selasa (28/5).
Hematnya, kebijakan yang bersifat tabungan tersebut harus bisa diperuntukkan untuk semua masyarakat.
Baca juga: BSI Siapkan Rp1,2 Triliun untuk Penyaluran KPR Sejahtera FLPP dan Tapera Bagi MBR pada 2023
“Bukan hanya karyawan saja, karena definisi karyawan variatif,” ujarnya.
Sehingga dengan adanya segmentasi golongan yang diperuntukkan kebijakan tersebut, dapat berjalan secara maksimal.
Lebih lanjut, kata dia, tidak boleh ada klaim secara sepihak dari Pemerintah tanpa persetujuan masyarakat.
“Yang harus dipikirkan ulang tidak boleh ada klaim sepihak, pemerintah membuat aturan main tapi ternyata masyarakat justru tidak mau, bagaimana nanti waktu bisa digunakannya harus jelas,” ucapnya.
Yogi menegaskan, aturan tersebut harus gencar disosialisasikan kepada masyarakat agar menghindari ketidaksepahaman persepsi.
“Bisa jadi karyawan yang dipotong gajinya dipotong itu sudah punya rumah. Jangan sampai dimonopoli, karena mau tidak mau ini ada unsur bisnis dan pemerintah harus hati-hati,” tegasnya. (*)
Buruh Usung Lagi Kenaikan Upah Sebesar 10,5 Persen, Ini Kata Menaker dan Perusahaan |
![]() |
---|
Aksi Demo Buruh di Gedung Sate Hari Ini: Mogok Nasional Bisa Saja Terjadi |
![]() |
---|
Polres Pangandaran Lakukan Penyekatan Cegah Pelajar Ikut Demo ke Jakarta Hari Ini |
![]() |
---|
Rute Demo Buruh 28 Agustus 2025 Hari Ini di Jakarta, Cek Agar Cari Jalan Alternatif Lain |
![]() |
---|
6 Tuntutan Buruh di Aksi Demo 28 Agustus 2025 Hari Ini di Depan Gedung DPR RI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.