Tarekat Idrisiyyah

APA Itu Tarekat Idrisiyyah? Pondok Pesantrennya di Tasikmalaya Jadi Penyelenggara Kota Sufi 2.0

Apa itu Tarekat Idrissiyah? Pondok Pesantren Idrisiyyah di Tasikmalaya jadi tuan rumah pertemuan dengan peserta ribuan ulama sufi dari penjuru dunia

Penulis: Machmud Mubarok | Editor: Machmud Mubarok
idrisiyyah.or.id
Para mursyid Tarekat Idrisiyyah. 

TRIBUNPRIANGAN.COM - Apa itu Tarekat Idrissiyah? Pondok Pesantren Idrisiyyah di Tasikmalaya menjadi tuan rumah pertemuan dengan peserta ribuan ulama sufi dari penjuru dunia.

Pertemuan para ulama sufi ini digelar dengan tajuk Kota Sufi 2.0 di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Idrisiyyah, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya.

Pertemuan tersebut merupakan gelaran pertama kalinya di Indonesia, mengingat gelaran perdananya yang bertajuk Kota Sufi 1.0 digelar di Malaysia pada Agustus 2023 lalu.

Dalam artikel jurnal ilmiah keislaman Al Fikra tahun 2022, disebutkan, sebagaimana diketahui Agama Islam memiliki tiga konsep dasar, yakni Islam, Iman, serta Ihsan (Anugrah et al, 2019; Hatta, 2019).

Islam dapat dikatakan sempurna jika dibangun atas tiga konsep ini, dan sudah selayaknya diimplementasikan dalam sehari-hari. Ihsan merupakan usaha menghayati ibadah secara mendalam. Dengan konsep ihsan inilah yang menjadi landasan munculnya ilmu tasawuf.

Baca juga: Ribuan Sufi akan Padati Ponpes Al Idrisiyyah Tasikmalaya, Bakal Meriahkan Kota Sufi 2.0

Awal munculnya tasawuf di Indonesia pada mulanya tidak mudah ditentukan, Koentjaraningrat (1984) menyatakan bahwa dengan perantara para penyebar ajaran tasawuflah agama Islam di Indonesia dapat menyebar. Mereka adalah orang-orang yang telah
menjadi pengikut sebuah tarekat.

Ajaran tasawuf secara spesifik diajarkan dalam tarekat. Tarekat ini ada karena jemaahnya. Transformasi sosial pun telah terjadi secara terbuka dan berkeadaban (Ghazali & Naan, 2018; Naan, 2018).

Gerakan tarekat dan tasawuf mulai meningkat beriringan dengan pertumbuhan kaum muslim di Nusantara yang begitu pesat selama abad ke 19.

Perjalanan haji ke Tanah Suci semakin mempermudah kaum muslim dari Nusantara untuk menjalankan ibadah haji maupun menimba ilmu di Tanah Suci bagi ulama-ulama Nusantara.

Disamping menimba ilmu, para ulama ini juga turut berhaji sekaligus mengambil ijazah tarekat dan berbaiat kepada tarekat-tarekat yang ada di Tanah Suci.

Tarekat-tarekat yang ada di Nusantara terus berkembang sehingga membentuk sebuah komunitas sendiri dan menjadi titik tolak pertumbuhan kaum muslim di Nusantara. Kelompok tarekat pun menyebar ke seluruh Nusantara pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, diantaranya adalah tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, dan Naqsabandiyah-Khalidiyah.

Kedua tarekat ini kuat dan cukup mengakar di Madura dan Jawa Barat, khususnya Cirebon dan Banten.  Namun, tarekat Naqsabandiyah-Kholidiyah paling kuat dan cukup menonjol dikalangan orang-orang Minangkabau, Sumatera Barat.

Salah satu tarekat yang diikuti dan populer di kalangan umat Islam di Indonesia adalah Tarekat Al-Idrisiyyah yang berpusat di Pondok Pesantren Idrisiyyah Tasikmalaya Pagendingan (Yamin et al, 2020; Subaidi, 2021).

Salah satu tarekat yang terkenal di Jawa Barat adalah Tarekat Idrisiyyah yang berasal dari Afrika Utara. 

Menurut catatan dari Bruinessen, tarekat Idrisiyyah dibawa oleh salah satu kiai asal Tasikmalaya, Jawa Barat yang bernama Syekh Akbar Abdul Fattah yang telah berguru langsung kepada Syekh Ahmad Syarif As-Sanusi di Jabal Abu Qubais Mekkah, dan menyebarkannya di Tasikmalaya pada tahun 1930.

Perlu diketahui bahwa tarekat Idrisiyyah yang dibawa oleh Syekh Akbar Abdul Fattah merupakan tarekat yang serupa dengan Tarekat Sanusiyyah di Afrika Utara.

Ponpes Idrisiyyah ini telah berdiri sejak tahun 1932 M. Ponpes ini tidak hanya menyelenggarakan pendidikan agama saja melainkan juga dengan pendidikan umum.

Awalnya tarekat ini bernama tarekat Sanusiyah yang didirikan oleh Muhammad Ali As Sanusi (Nurlaela, 2020; Tarihoran,
2018).

Setelahnya, posisi kepemimpinan diberikan kepada anaknya Muhammad Al Mahdi, yang kemudian pada periode selanjutnya mandat kepemimpinan diserahkan kepada Syarif As Sanusi yang merupakan keponakannya sendiri.

Dari beliaulah Syekh Abdul Fatah mendapat pengajaran dan juga mengemban amanah “khalifah” tarekat Sanusiyah yang
kemudian padaa tahun 1932 M dibawa olehnya ke Indonesia.

Akan tetapi pada waktu itu untuk menyebarkan ajaran tarekat Sanusiyah tersebut dianggap tidak aman, hal ini di karenakan kondisi politik saat itu di Indonesia sedang tidak kondusif.

Nama Sanusiyah memiliki kesamaan dengan gerakan perlawanan terhadap penjajahan Prancis di Al Jazair, dan kemudian ini dikhawatirkan akan menimbulkan kecurigaan dari para penjajah Belanda atas nama Sanusiyah tersebut.

Berdasarkan alasan tersebut, Syekh Abdul Fatah mengganti nama tarekat Sanusiyah menjadi tarekat Al-Idrisiyyah. Maka bendera tarekat Al-Idrisiyyah inilah yang dikibarkan olehnya di Indonesia (Idrisiyyah, 2007).

Nama Al-Idrisiyyah sendiri dinisbatkan kepada Syekh Ahmad bin Idris. Beliau adalah guru dari Syekh Muhammad bin Ali Sanusi. 

Dikutip dari skripsi Muhammad Akmal Ashari dari Jurusan Ilmu Sejarah Undip Semarang, berjudul PESANTREN DAN BISNIS: QINIMART TAREKAT IDRISIYYAH SEBAGAI WADAH PENGEMBANGAN EKONOMI UMAT DI TASIKMALAYA 1980-2017. Tarekat ini berkembang pesat di Tasikmalaya dan Jawa Barat dimulai dari kepimpinan Syekh Akbar Abdul Fattah yang membawa ajaran tarekat Idrisiyyah dari Makkah ke Nusantara.

Pada awalnya, dia tetap membawa nama tarekat Sanusiyyah ke Indonesia. Namun, alasan politis membuat tarekat Sanusiyyah berubah menjadi tarekat Idrisiyyah karena pada masa itu Indonesia sedang dalam posisi dijajah oleh Hindia Belanda.

Masa kepemimpinan Syekh Akbar Abdul Fattah sebagai mursyid tarekat Idrisiyyah berlangsung dari tahun 1932 hingga tahun 1947 dan digantikan langsung oleh anaknya yang menjadi mursyid kedua tarekat Idrisiyyah yang bernama Syekh Akbar Muhammad Dahlan yang memimpin tarekat Idrisiyyah dalam waktu yang begitu lama hingga mengalami masa-masa Orde Lama, Orde Baru, dan masa awal Reformasi, yakni dari tahun 1947 hingga tahun 2000.

Kemudian, sejak tahun 2000 hingga tahun 2010 digantikan oleh Syekh Akbar Muhammad Daud Dahlan dengan konsep Birokrasi Ilahiyah.

Kemudian sejak tahun 2010 hingga sekarang, Tarekat Idrisiyyah dipimpin oleh Syekh Akbar Muhammad Fathurrohman.

Selain itu, ada beberapa hal yang membuat Tarekat Idrisiyyah di Tasikmalaya menjadi objek kajian penelitian yang menarik yakni berupa gerakan sosial-ekonomi.

Adapun gerakan sosial-ekonomi yang dilakukan oleh Tarekat Idrisiyyah di Tasikmalaya adalah keberadaan mini market yang bernama Qini Mart yang tersebar di seluruh wilayah Tasikmalaya, serta beberapa cabang lain di Indonesia.

Proses gerakan dan ekspansi ekonomi yang dilakukan oleh tarekat Idrisiyyah sudah dimulai sejak tahun 1980, yakni munculnya koperasi pesantren tarekat Idrisiyyah pada bulan Desember 1982.

Pembangunan berikutnya adalah pembangunan sarana jual-beli berupa toko kelontong yang menjual barang-barang kebutuhan masyarakat sekitar tahun 1985 dengan nama waserda (warung serba ada) yang dikelola oleh pondok pesantren Idrisiyyah, dan berubah nama menjadi Qini Mart pada tahun 2003 di Pagendingan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya.

Ajaran Tarekat Idrisiyyah
Masing-masing tarekat tentu memiliki ciri khas dalam ajarannya. Disamping  mengajarkan kegiatan spiritual seperti zikir, suluk dan lain sebagainya yang bertujuan untuk mencapai ma’rifatullah.

Tarekat Idrisiyyah juga sangat memperhatikan ranah fikiih dalam Islam. Bahkan tarekat Al-Idrisiyyah ini bisa dikatakan membangun mazhab sendiri (satu fiqh).
Para pengikut atau jama’ah tarekat Idrisiyyah berpedoman terhadap pemikiran yang dirintis dan dikembangkan oleh Syekh Ahmad bin Idris dan Syekh Muhammad bin Ali Sanusi, yang  keduanya merupakan pendiri dari tarekat Idrisiyyah dan Sanusiyaah.

Mereka melarang para jemaah bahkan ulama melakukan taklid kepada mazhab manapun, mereka menganjurkan untuk
melaksanakan ijtihad.(N. M Ridwan, 2008).

Dalam tarekat Al-idrisiyyah, yang menjadi imam madzhab para jamaahnya adalah mursyidnya itu sendiri. Seorang mursyid bukan hanya sebatas imam dalam masalah tarekat dan hakikat, tapi juga sebagai imam dalam masalah syari’at (fiqhiyyah).

Dalam menyelesaikan suatu permasalahan fiqh, tarekat Al-Idrisiyyah memegang prinsip Al Muhafadatu ‘ala qoulil qodim wal akhdu bil qouli syekh (mengakui ijtihad ulama terdahulu dan mengambil ijtihad Syekh Mursyid sekarang).

 

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved