Buya Syakur Wafat
PEMIKIRAN Buya Syakur Dikagumi Gus Rumail Abbas, 'Intelektual Revisionis dengan Cara Pandang Beda'
Gus Rumail Abbas, peneliti di Jaringan GusDurian, mengaku kagum dengan pemikiran-pemikiran dan ceramah Buya Syakur yang kadang out of the box
Penulis: Machmud Mubarok | Editor: Machmud Mubarok
TRIBUNPRIANGAN.COM - KH Dr Abdul Syakur Yasin atau akrab disapa Buya Syakur wafat saat dirawat di RS Mitra Plumbon, Cirebon, Rabu (17/1/2024) dini hari.
Pengasuh Pondok Pesantren Cadangpinggan, Indramayu, itu dikenal sebagai sosok ulama yang cerdas, visioner sekaligus kontroversial dalam beberapa hal.
Ia pun dikenal sebagai sahabat dari Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Bersama Quraish Shihab. Alwi Shihab, dan Nurcholish Madjid, mereka mendirikan Forum Empati Club.
Gus Rumail Abbas, peneliti di Jaringan GusDurian, mengaku kagum dengan pemikiran-pemikiran dan ceramah Buya Syakur yang kadang out of the box, kurang lazimi bagi masyarakat muslim umumnya, sehingga membuatnya kontroversial.
"Sebenarnya itulah bukti faktual bahwa bacaan kitabnya beragam, banyak, hingga yang syadz (baca: nrecel) sekalipun tak luput ia konsumsi. Bagaimanapun beliau punya "stand" dan "positioning" yang jelas untuk sumber bacaan-bacaannya.," kata Gus Rumail Abbas dalam unggahan di akun Facebook miliknya, Rabu (17/1/2024).
Baca juga: SOSOK Buya Syakur, Ulama Cerdas dari Indramayu Sahabat Gus Dur, Wafat di RS Plumbon Cirebon
Sependek pengetahuannya, menurut Gus Rumail Abbas, Buya Syakur adalah intelektual "revisionis" yang punya cara pandang yang kurang galib.
Buya Syakur kata Gus Rumail Abbas, kerap "merevisi" sudut pandang yang mapan dengan caranya sendiri, dengan angle pemikiran yang kurang biasa dipakai, dengan riwayat yang masykuk fih namun relevan.
"Itulah alasan saya dibuat kagum dan mengapresiasi kerja-kerja pemikiran tokoh sepuh asal Indramayu yang sering saya dapati fotonya bersama Buya Husain Muhammad dan Prof. Quraish Shihab," kata Gus Rumail Abbas.
Berikut unggahan lengkap Gus Rumail Abbas di akun pribadinya.
Ceramahnya yang kadang out of the box, kurang lazim bagi masyarakat muslim umum, membuatnya kontroversial. Sebenarnya itulah bukti faktual bahwa bacaan kitabnya beragam, banyak, hingga yang syadz (baca: nrecel) sekalipun tak luput ia konsumsi.
Bagaimanapun beliau punya "stand" dan "positioning" yang jelas untuk sumber bacaan-bacaannya.
Buya Syakur adalah intelektual "revisionis" yang punya cara pandang yang kurang galib, demikian sependek refleksi saya tentangnya. Ia kerap "merevisi" sudut pandang yang mapan dengan caranya sendiri, dengan angle pemikiran yang kurang biasa dipakai, dengan riwayat yang masykuk fih namun relevan.
Itulah alasan saya dibuat kagum dan mengapresiasi kerja-kerja pemikiran tokoh sepuh asal Indramayu yang sering saya dapati fotonya bersama Buya Husain Muhammad dan Prof. Quraish Shihab.
Saat Gus Najih Maimoen mengoreksinya, ia membalas:
"Sampaikan salam hormat saya setinggi-tingginya untuk beliau. Beliau bukannya salah paham terhadap pemikiran saya. Kami hanya berbeda paham. Adapun kritik terhadap saya, justru membuat saya bahagia. Artinya, uraian saya dibaca. Saya pun tidak bisa menjamin kebenaran saya, sehingga memerlukan kritik."
Suatu ketika saya pernah dialog dengan orang yang menginsinuasi Buya Syakur (kayaknya di Space). Beberapa hari kemudian, saya dikabari lewat WhatsApp kalau Buya Syakur mendengar rekaman dialog itu.
"Buya pingin ketemu Sampean, Kang. Jika ada waktu ke Indramayu, jangan lupa mampir."
Sudah empat tahun berlalu, namun belum ketemu juga. Jangankan ke Indramayu, keluar Jawa Tengah saja belum bisa.
Sugeng kondur, Buya Syakur. Wa inna insya Allah bikum lahiqun.
Cerdas dan Kritis
Dikutip dari laman pesantrencadangpinggan.pesantren.id, Buya Syakur merupakan kelahiran Indramayu pada 12 November 1960.
Buya Syakur menyelesaikan Pendidikan S1 di Kairo, S2 dan S3 di Tunisia.
Masa pendidikannya di luar negeri selama 20 tahun. Ia menguasai bahasa Inggris, Arab, Jerman dan Prancis. Pernah bekerja sebagai staf ahli di Kedutaan Besar Indonesia di Tunisia.
Baca juga: Sosok Ulama Kharismatik Asal Indramayu Buya Syakur Meninggal Dunia Dini Hari Tadi
Moto hidupnya: WAHAI HARI ESOK AKU TANTANG KAMU KARENA AKU TELAH MENYELESAIKAN PEKERJAANKU HARI INI".
Sementara Alowarta menuliskan, Buya Syakur dilahirkan di Kertasemaya- Indramayu pada tanggal 2 Februari 1948 dari pasangan KH. Moh Yasin Ibrohim dan Nyai Hj. Zaenab.
Di masa kecilnya, Buya Syakur menghabiskan waktunya di lingkungan pondok pesantren.
Beliau menyelesaikan pendidikan dasar di SD Darul Hikam-Cirebon.
Pada tahun 1960, Buya kemudian diminta secara pribadi oleh KH. Sanusi, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, untuk tinggal di pesantren.
KH. Sanusi adalah salah satu guru dari ayahanda Buya Syakur.
Selama kurang lebih 12 tahun, beliau secara intensif menggali pengetahuan keagamaan dari Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.
Di sana buya menamatkan MTS pada tahun 1963, PGA 1966 dan SPIAIN 1969.
Sesuai arahan ayahnya, beliau melanjutkan mengaji pada kiai Rumli di Tegalgubug untuk memperdalam ilmu mantiq dan balaghoh sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Setelah selesai menempuh pendidikan di pondok pesantren Babakan Ciwaringin dan Tegalgubug, beliau melanjutkan pendidikannya menuju Timur Tengah melalui jalur beasiswa pada tahun 1971.
Irak adalah negara pertama yang beliau tuju.
Selama di Irak, beliau bersama Muzammil Basyuni, Irfan Zidni, Kyai Masyhuri, Munzir Tamam.
Pada tahun 1972, beliau melanjutkan pendidikanya di Syria kemudian diangkat menjadi ketua PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Syria.
Dalam menyelesaikan S1 nya, beliau menulis karya tentang Kritik Sastra Objektif Terhadap Karya-karya Yusuf As-Siba'i (Novelis Mesir).
Setelah menyelesaikan studi di Syria, beliau melanjutkan ke Lybia, belajar di Fakultas Sastra jurusan sastra Arab serta mendalami ilmu Alquran dari tahun 1977 sampai tahun 1979 dan selama belajar disana, beliau diangkat jadi ketua PPI Lybia.
Pada tahun 1979 sampai tahun 1981, beliau menyelesaikan studi sastra Linguistik di Tunisia.
Setelah menyelesaikan studi di Tunisia, beliau melanjutkan studinya di London dan menyelesaikan Ilmu Metodologi dan Dialog Teatris pada tahun 1985.
Setelah kurang lebih 20 tahun mengenyam pendidikan akademik di Timur Tengah dan Eropa, akhirnya pada tahun 1991, beliau kembali ke Indonesia bersama dengan Gus Dur, Quraish Shihab, Nurcholis Madjid dan Alwi Shihab, kemudian mereka membentuk Forum Empati Club.
Tak berselang lama, beliau kembali ke kampung halaman pada tahun 1991, pada saat itu buya masih belum memiliki cita-cita untuk mendirikan sebuah pesantren, namun atas dorongan ibundanya, pada akhirnya di tahun itu buya menerima seorang santri pertama yant kemudian terus bertambah.
Hingga akhirnya, pada tahun 1991 buya mendirikan sebuah pesantren yang diberi nama pondok pesantren Yasiniyah.
Pondok pesantren Yasiniyah itu sendiri diambil dari nama ayahandanya.
Hingga pada tahun 1994, Pesantren Yasiniyah mengalami kemajuan yang begitu pesat dari sisi kualitas dan kuantitas.
Karena begitu banyaknya santri pada saat itu, sedangkan asrama tempat tinggal santri mengalami kesulitan untuk berkembang maka, Buya memutuskan untuk hijrah ke tempat baru.
Tepatnya pada tanggal 11 April 1996 yang bertepatan dengan bulan Dzulhijjah adalah peristiwa penting yang membahagiakan perasaan seluruh santri dan pengurus waktu itu, karena hari itu mereka melakukan perjalanan hijrah dari Pondok Pesantren Yasiniyah ke Pondok baru yang kemudian diberi nama Pondok Pesantren Cadangpinggan.
Pondok Pesantren Cadangpinggan bertempat di Jl. By Pass Kertasemaya KM 37 RT 01/01 Ds. Gedangan Kecamatan Sukagumiwang Kab. Indramayu.
Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Cadangpinggan terus berkembang di sektor kegiatan santri, salah satunya melalui kegiatan life skill dan berbagai kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam kegiatan rutinnya, pondok pesantren Cadangpinggan mengadakan kegiatan untuk santrinya seperti: Qiroati, Madrasah Arobiyah, Qiroatul Kutub dan Dirosah Quraniyah.
Selain membaktikan diri lewat pondok pesantren, beliau juga sering mengisi kajian pada masyarakat dan tidak jarang kajian tersebut diunggah melalui media sosial. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.