Cerita Kehidupan Tukang Servis Payung Keliling di Sumedang, Merana Saat Musim Kemarau

Cerita Kehidupan Tukang Servis Payung Keliling di Sumedang, Merana Saat Musim Kemarau

Penulis: Kiki Andriana | Editor: ferri amiril
tribunpriangan.com/kiki andriana
Cerita Kehidupan Tukang Servis Payung Keliling di Sumedang, Merana Saat Musim Kemarau 

Laporan Kontributor TribunPriangan.com Sumedang, Kiki Andriana

TRIBUNPRIANGAN.COM, SUMEDANG - Nyaris semua pakaian yang dikenakannya, mulai dari topi, kemeja, celana, tas berisi onderdil payung yang dibawanya berwarna lusuh. 

Yang tidak lusuh dari Muhammad Supardi (83) adalah wajahnya. Janggut dan kumis putihnya tercukur rapi. Kulit wajahnya bersih meski debu jalanan setiap hari menerpanya. 

"Auzubillahi min zalik. Kata ustaz, selama masih kuat, tidak boleh menjadi peminta-minta," kata Supardi sewaktu dia beristirahat di kawasan Desa Cikeruh, Jatinangor, Sumedang, Rabu (1/11/2023) sore. 

Supardi tinggal di Dusun Babakan Mulya RT02/14 Desa Gunung Manik, Tanjungsari, Sumedang. Di rumahnya, ia tinggal bersama istrinya, Anah Rohanah (53), dan ketiga anaknya yang masih sekolah. Anak paling kecil duduk di kelas 3 SMP. 

Semua anak Supardi berjumlah 8 orang. Lima anak yang tertua sudah menikah dan tinggal terpisah darinya. 

Supardi sudah menjadi tukang servis payung pada umur 20 tahun. Yakni, sekitar tahun 1960-an. Ketika itu, payung milik ibu tirinya rusak, dia mencoba membetulkannya dan payung berfungsi kembali. 

"Dari sanalah saya mulai mahir servis payung. Saya berkeliling kampung dengan berjalan kaki,"

"Kadang berjalan kaki sampai Parakanmuncang, kadang sampai ke Cijapati ke Gunung Kasur, atau bahkan ke Kota Bandung sampai ke Lembang," 

"Sejauh apapun berjalan kaki, setiap hari saya pasti pulang," kata Supardi. 

Kerusakan payung biasanya terjadi pada rusuk payung, tiang, pegas, atau pegangannya. Semua masalah pada payung selalu bisa diatasi oleh Supardi. 

Biaya servis atas kerusakan ringan Rp10 ribu, jika agak berat biayanya Rp12 ribu. 

Namun, akhir-akhir ini, tidak setiap hari Supardi mendapatkan pengguna jasa servisnya. Maka, tak banyak uang yang bisa dia bawa pulang. 

"Sehari paling bisa bawa Rp 20-30 ribu. Itu dicukup-cukupkan saja buat sehari-hari, beli beras. Makan dengan lauk asin, cukup," katanya. 

Bahkan, Supardi sering dalam sehari tidak dapat pengguna jasanya apalagi saat musim kemarau dimana warga tak menggunakan payung karena tak ada hujan. Dia hanya berjalan kaki saja, terus berjalan kaki. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Priangan
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved