Kisah Rossy Nurhayati, Penderita Leukemia Sejak 2008 yang Dirikan Rumah Baca di Ciamis
Kisah Rossy Nurhayati, Penderita Leukimia Sejak 2008, Sempat Divonis Hanya Hidup 4 Bulan, tapi Justri Dirikan Rumah Baca di Ciamis
Penulis: Ai Sani Nuraini | Editor: Gelar Aldi Sugiara
Laporan Wartawan TribunPriangan.com, Ai Sani Nuraini
TRIBUNPRIANGAN.COM, CIAMIS - Rossy Nurhayati (44) adalah seorang ibu rumah tangga asal Dusun Pabuaran, Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis.
Rossy dikenal sebagai seseorang yang penuh semanagat. Hal itu terbukti dengan berdirinya Taman Baca Masyarakat Cahaya Ilmu yang diinisiasi dirinya.
Siapa sangka, di balik semangatnya itu ternyata Rossy Nurhayati divonis oleh dokter menderita penyakit Leukemia atau Kanker Darah stadium 4 sejak 2008 silam.
Meski dokter menyatakan sisa hidupnya tak lama lagi karena penyakit ganas itu, wanita kelahiran Ciamis, 22 September 1979 ini tidak lantas berputus asa dan menyerah dengan kondisinya itu.
Baca juga: DPRD Kabupaten Ciamis Gelar Rapat Paripurna Istimewa Dalam Rangka Puncak Hari Jadi Kab.Ciamis ke 381
Walau kondisinya saat ini tidak baik-baik saja, Rossy tetap percaya bahwa dirinya masih punya Allah akan memberikan kesembuhan terhadap dirinya.
"Mengidap Leukimia sudah 15 tahun dari 2008. Kalau saya menyikapi penyakit ini tuh gini, saya masih punya Allah, saya percaya Allah pasti akan berikan kesembuhan. Yang kedua saya berusaha untuk semangat ya, dan dari semangat itu timbul pikiran dan hati yang selalu bahagia dan positif," kata Rossy, Rabu (14/6/2023).
Rossy berprinsip bahwa hidup bukan untuk ditangisi tapi untuk diperjuangkan.
"Saya berusaha untuk tidak mempertahankan sesuatu yang membuat saya sedih, marah, dan kecewa tapi saya akan mempertahankan sesuatu yang membuat saya bahagia, salah satunya dengan beraktivitas di Taman Baca Cahaya Ilmu, itulah yang membuat saya bahagia," tambahnya.
Baca juga: Tiga Lansia Pingsan Saat Antre Jajanan Gratis di Hari Jadi Ciamis
Tribun Priangan mendapat kesempatan mendengar cerita kronologi Rossy divonisLeukemia.
Pada 2006 silam, Rossy selalu mengalami pendarahan yang keluar dari hidung.
Saat diperiksa, dokter selalu mengatakan bahwa itu adalah sariawan biasa saja.
Lalu sampai tahun 2008, Rossy mengalami hilang kesadaran selama 1×24 jam di Puskesmas.
Kemudian dia dilarikan ke RSUD Ciamis dan di sana dia juga mengalami hal sama yaitu hilang kesadaran.
Kali ini dia kehilangan kesadaran selama 2×24 jam sehingga RSUD Ciamis menyarankan agar Rossy dibawa ke Rumah Sakit yang ada di Bandung.
Baca juga: Akan Berujung di Ciamis, Ini dia Daftar 22 Desa yang Bakal Dilewati Tol Getaci
Rossy pun dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin. Setelah melewati berbagai pemeriksaan medis ternyata hasilnya Rossy terindikasi Leukemia.
"Nah setelah saya divonis Leukimia itu kan disuruh Kemoterapi, tapi saya nggak mau karena kan kalau orang dikemo itu pasti hitam, botak dan lain sebagainya dan saya nggak mau," terangnya.
Sejak memutuskan untuk tidak melakukan Kemoterapi, tiba-tiba Rossy mengalami kelumpuhan selama satu tahun, kemudian tidak bisa melihat selama satu bulan, tidak bisa berbicara selama tiga bulan.
Akibat gejala tersebut, dokter menyatakan bahwa Rossy hanya bisa bertahan hidup selama 4 sampai 6 bulan saja.
"Setelah dokter bilang bahwa harapan saya hidup itu cuma sekitar 4 sampai 6 bulan ke depan, saat itu saya mengurung diri di kamar tidak mau bertemu orang lain karena saya merasa detik ini saya akan meninggal gitu," jelasnya.
Namun ketika Rossy membaca sebuah hadist dari buku yang diberikan suaminya, "Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain", sejak itulah dia bangkit dari keterpurukan.
Dia meyakini bahwa meskipun dirinya akan meninggal setidaknya di sisa usianya dia bisa bermanfaat untuk orang lain.
Setelah itu, dia memutuskan untuk menjalani Kemoterapi dan kepalanya menjadi botak selama 3 tahun.
Namun saat itu kondisinya membaik dan dia sudah bisa mengajar anak-anak di Taman Baca kembali.
Rossy menceritakan, sejak kuliah dia mengaku memang hobi membaca dan sewaktu pulang ke Panjalu, dia merasa prihatin melihat anak-anak sekarang lebih banyak mengabiskan waktu dengan bermain gadget daripada belajar dan membaca.
"Setelah rumah baca berdiri, buku-buku dibeli dari loak seharga Rp 250 ribu waktu itu bisa sampai 3 dus besar. Rumah baca ini gratis, saya hanya minta doanya saja untuk kesehatan dan bisa meneruskan mengelola rumah baca ini," ungkapnya.
Setelah semua orang tahu, rumah bacanya didatangi semua orang dari berbagai kalangan, mlai Paud, TK, RA, SD, SMP, SMA hingga mahasiswa dan juga masyarakat umum.
Ke depan, Rossy Nurhayati berharap anak-anak bisa gemar membaca, membudayakan membaca, karena dengan membaca akan mencerdaskan bangsa.
"Selama saya mampu akan terus berjuang agar anak-anak gemar membaca. Karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi banyak orang," pungkasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.