Gempa Cianjur
Infrastruktur Mitigasi Saat Gempa, Tekankan Pencegahan Daripada Penanggulangan
Infrastruktur Mitigasi Gempa, Pencegahan saat gempa menjadi hal penting dan sudah pasti sangat berpengaruh banyak dibanding Penanggulang Saat Gempa
Penulis: Luun Aulia Lisaholith | Editor: Dwi Yansetyo Nugroho
TRIBUNPRIANGAN.COM - Indonesia, negara kepulauan yang terletak di kawasan cincin api Pasifik atau ring of fire, sehingga potensi dilanda bencana gempa bumi dan erupsi vulkanik gunung api sangat mungkin terjadi.
Terkini, Indonesia kembali berduka usai gempa bumi berkekuatan magnitudo 5,6 terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin siang (21/11/2022).
Peristiwa tersebut menambah panjang daftar gempa bumi yang terjadi sepanjang 2022, yang hingga 21 November 2022, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, ada 180 gempa bumi dengan magnitudo di atas 5.
Melihat data tersebut, sudah sepatutnya Pemerintah terus meningkatkan langkah manajemen risiko bencana, salah satunya lewat infrastruktur mitigasi gempa.
Baca juga: Gubernur dari Jepang Berikan Pengalaman Ilmu Mitigasi Gempa untuk Cianjur dan Jabar
Baca juga: Alih Fungsi Lahan Penyebab Bencana Longsor, BNPB Minta Ada Mitigasi Bencana
Dikutip dari halaman magma.esdm.go.id, mitigasi gempa merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana gempa bumi.
Pembangunan fisik berupa infrastruktur untuk mitigasi bencana merupakan infrastruktur yang telah menerapkan rancang bangun tahan gempa, yang didukung ilmu pengetahuan dan teknologi mitigasi bencana, serta teknologi konstruksi tahan gempa sangat diperlukan, agar implementasi dari program pembangunan infrastruktur dapat berlangsung tanpa mengalami gangguan berupa kerusakan akibat gempa bumi.
Pembangunan infrastruktur tersebut, diharapakan meningkatkan kapasitas yang pesat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang harus memperhatikan potensi bencana yang ada.
Dikutip dari data World Bank, pesatnya pertumbuhan tanpa adanya manajemen risiko dan semakin bertambah tuanya aset tersebut merupakan penyebab utama meningkatnya kerusakan pada saat bencana.
Baca juga: UPDATE Gempa Bumi Cianjur, Dua Gempa Susulan Terjadi Dini Hari Dengan Magnitudo 4,1
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam berbagai kesempatan mengatakan, dengan potensi bencana alam yang besar, diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk konstruksi infrastruktur yang memiliki daya tahan terhadap multiple-disasters.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur tidak hanya memperhatikan aspek fungsional, namun juga perlu memberikan sentuhan arsitektural (art) dan aman secara struktur.
Pemerintah sebagai entitas penggerak pembangunan memiliki andil besar dalam manajemen risiko bencana.
Entitas Nasional sendiri adalah pihak yang terlibat dalam manajemen risiko bencana yakni, Kepresidenan, Badan Penanggulangan Bencana, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Kemudian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sektor asuransi dan entitas nasional lainnya (UNISDR 2017).
Kementerian PUPR sendiri telah mengambil sejumlah langkah dalam mendorong konstruksi bangunan tahan gempa, yakni dengan pelaksanaan berbagai penelitian, percobaan dan publikasi terkait Kode Bangunan dan Infrastruktur, Spesifikasi Standar serta berbagai Manual termasuk pemutakhiran SNI Bangunan Gedung Tahan Gempa 2019.
Baca juga: Logistik Menipis, Pengungsi Makan Satu Telur Dibagi Dua, Akses Pasirgombong Masih Tertutup Longsor
Selain itu juga pelaksanaan program-program rehabilitasi dan rekonstruksi untuk rumah, bangunan dan infrastruktur yang rusak pasca gempa seperti di Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Palu.
