Festival Tunas Bahasa Ibu di Garut Diprotes, Diduga Ada Juri yang Merangkap Jadi Pelatih Peserta

Festival Tunas Bahasa Ibu di Garut Diprotes, Diduga Ada Juri yang Merangkap Jadi Pelatih Peserta

|
Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: ferri amiril
tribunpriangan.com/sidqi al ghifari
DUGAAN CURANG FTBI - Ajang Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) di Garut diduga dicederai praktik tidak fair. Salah satu juri disebut rangkap menjadi pelatih peserta yang akhirnya meraih juara satu. 

Laporan Kontributor TribunPriangan.com Garut, Sidqi Al Ghifari

TRIBUNPRIANGAN.COM, GARUT - Festival Tunas Bahasa Ibu di Kabupaten Garut diprotes, diduga ada juri yang merangkap jadi pelatih

Salah satu pembimbing peserta menilai, ajang tahunan yang semestinya menjadi wadah mengasah kemampuan berbahasa itu, justru dikotori oleh dugaan kecurangan dari oknum juri yang merangkap sebagai pelatih peserta lomba.

Herdiman pembimbing lomba maca sajak (membaca puisi berbahasa Sunda) menceritakan bahwa seorang siswanya yang duduk di bangku kelas delapan, telah berlatih berbulan-bulan untuk mengikuti ajang tersebut. 

Meski tampil maksimal dan mendapat apresiasi positif, siswanya itu hanya menempati posisi juara dua di tingkat kabupaten.

Hal tersebut secara langsung menggagalkan langkah siswanya untuk maju ke tingkat provinsi.

"Awalnya saya tidak kecewa. Tapi setelah tahu bahwa juara satunya justru dibimbing oleh salah satu juri yang menilai hari itu, saya merasa ada yang tidak beres," ujar Herdiman kepada Tribun, Kamis (9/10/2025).

Lebih jauh, ia mengaku kecewa setelah mengetahui bahwa konsep maca sajak yang dibawakan oleh anak didiknya dijiplak mentah-mentah oleh anak binaan salah satu juri tersebut di tingkat provinsi.


"Yang paling mengecewakan, konsep pembacaan sajak itu justru dipakai oleh siswa binaannya sendiri di tingkat provinsi, bahkan dengan konsep yang mirip dengan latihan kami sebelumnya," ungkapnya.

Ia pun menilai tindakan tersebut bukan sekadar pelanggaran etika, tapi juga bentuk ketidakadilan bagi peserta lain yang berjuang dengan jujur.

Kalau seperti ini lanjutnya, bagaimana anak-anak bisa percaya pada sistem lomba yang seharusnya mendidik mereka tentang sportivitas.

"Apakah tidak bisa disebut penjiplakan konsep? Sungguh, kami kecewa dan merasa dizalimi,"

"Saya tidak menyebut nama juri yang bersangkutan. Namun saya ingin menyampaikan, bahwa ketidakadilan seperti ini tidak boleh terulang lagi," lanjutnya.

Herdiman berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Garut sebagai penyelenggara kegiatan dapat mengevaluasi keberadaan juri yang rangkap peran dan memperketat sistem penilaian.

"Banyak sekali kekecewaan dari kami salahsatunya adalah nilai yang keluar di tingkat kabupaten itu bedanya hanya nol koma lima, bagaimana bisa?," tandasnya 

Sumber: Tribun Priangan
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved