Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 16 Mei 2025: Bertanggung Jawab Atas Qadha dan Qadar di Hadapan Allah
2. Menembus Pintu Rahmat Allah
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيِّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ . وَقَال: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Rahmat Allah adalah anugerah terbesar yang tidak dapat diukur oleh pikiran manusia. Dalam Al-Qur'an, rahmat Allah disebutkan sebagai sumber kebahagiaan abadi bagi orang-orang yang beriman. Salah satu contohnya adalah firman Allah dalam QS. Ali Imran: 107:
وَاَمَّا الَّذِيْنَ ابْيَضَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَفِيْ رَحْمَةِ اللّٰهِ ۗ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Artinya, "Adapun orang-orang yang berwajah putih berseri, mereka berada dalam rahmat Allah (di surga). Mereka kekal di dalamnya."
Ayat ini memberikan gambaran yang sangat indah. Wajah ahli surga bersinar putih berseri-seri karena mereka berada dalam rahmat Allah. Rahmat ini membawa mereka kepada kebahagiaan abadi. Namun, bagaimana cara mendapatkan rahmat tersebut? Jawabannya adalah dengan ketakwaan, keimanan, dan amal saleh yang dilakukan dengan ikhlas.
Allah juga menegaskan dalam QS. Al-Baqarah: 218:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat ini menunjukkan bahwa rahmat Allah adalah sesuatu yang diharapkan oleh orang-orang yang beriman. Namun, harapan ini tidak cukup hanya dengan doa. Harapan ini harus diwujudkan melalui keimanan yang kokoh, hijrah untuk meninggalkan keburukan, dan perjuangan di jalan Allah. Dalam tafsirnya, para ulama menjelaskan bahwa orang-orang yang disebut dalam ayat ini adalah mereka yang telah berkorban demi agama Allah baik dengan harta, tenaga, maupun jiwa mereka.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Sebesar apapun amal kebaikan kita, itu semua tidak akan cukup untuk memasukkan kita ke dalam surga tanpa rahmat Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ
Artinya, "Tidak ada amalan seorang pun di antara kalian yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelamatkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah."
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim ini menjadi pengingat bagi kita bahwa surga terlalu agung untuk dicapai dengan amal kita semata. Amal kita adalah bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi rahmat Allahlah yang menjadi faktor utama yang menentukan keselamatan kita. Bahkan Rasulullah, manusia paling mulia, menyatakan bahwa beliau pun membutuhkan rahmat Allah.
Yang kemudian dengan rahmat itu juga lah Kanjeng Nabi mampu memberikan syafaat 'uzhma kepada umatnya atas izin Allah. Ulama menjelaskan bahwa amal ibadah manusia, meskipun sangat banyak, tidak dapat menyamai nikmat Allah yang telah diberikan, seperti nikmat kehidupan, kesehatan, dan udara yang kita hirup setiap hari. Oleh karena itu, kita harus memohon rahmat Allah dalam setiap doa dan langkah kita.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Rahmat Allah tidak selalu datang dari amal besar. Bahkan amal kecil yang dilakukan dengan tulus dapat menjadi sebab turunnya rahmat Allah SWT. Allah tidak melihat besarnya amal, tetapi melihat keikhlasan hati dalam melakukannya.
Ada sebuah kisah masyhur tentang Imam Al-Ghazali. Ketika beliau wafat, dalam mimpinya, ia ditanya tentang amal yang membuatnya mendapatkan rahmat Allah. Imam Al-Ghazali menjawab bahwa amal besar yang ia lakukan, seperti ibadah bertahun-tahun dan menulis ratusan kitab, itu semua tidak diterima. Namun, Allah justru menerima satu amal kecilnya, yaitu ketika ia membiarkan seekor lalat meminum tinta di ujung penanya. Allah berfirman,
"Karena belas kasihanmu kepada lalat itu, Aku memasukkanmu ke dalam surga." Kisah ini mengajarkan kita bahwa rahmat Allah bisa datang melalui amal kecil yang dilakukan dengan penuh keikhlasan. Jangan pernah meremehkan amal sekecil apapun, karena kita tidak tahu amal mana yang akan menjadi sebab keselamatan kita di dunia maupun di akhirat kelak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِى يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنَ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا
Artinya, "Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang sangat panas. Anjing itu menjulurkan lidahnya karena kehausan. Lalu wanita itu menimba air dengan sepatunya dan memberi minum kepada anjing itu. Maka Allah mengampuninya karena amalannya tersebut." (HR. Muslim)
Hadits ini menggambarkan betapa luasnya rahmat Allah. Bahkan seorang wanita pezina yang memiliki dosa besar bisa mendapatkan ampunan Allah karena amal kecilnya berupa memberi minum kepada seekor anjing. Ini adalah bukti bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua makhluk-Nya.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Rahmat Allah juga bisa hadir dalam setiap profesi dan aktivitas kita, selama kita melakukannya dengan niat yang tulus. Seorang petani, nelayan, guru, atau bahkan seorang penyapu jalan yang berusaha membuat jalanan terlihat bersih dan indah dapat menjadi sebab turunnya rahmat Allah jika pekerjaan mereka dilakukan dengan ikhlas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya, "Sesungguhnya semua amalan tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan." Maka, luruskanlah niat dalam setiap aktivitas kita. Janganlah kita merasa sombong atas amal ibadah yang telah kita lakukan, karena semua itu hanya bernilai jika Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Allah berfirman dalam QS. Al-A’raf: 156:
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
Artinya, "Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu." Allah SWT menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa rahmat dan kasih sayang-Nya meliputi segala sesuatu, baik makhluk hidup maupun benda mati. Tidak ada yang terlepas dari rahmat-Nya.
Rahmat Allah tidak memandang apakah kita beriman atau tidak, baik atau buruk. Allah mendahulukan sifat rahmat-Nya atas murka-Nya. Ini menunjukkan bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Allah tidak pernah bosan memberi ampun kepada hamba-Nya yang bermaksiat. Bahkan ketika kita berulang kali bersalah dan berulang kali bertaubat, Allah tetap menerima taubat kita. Allah tidak akan pernah bosan, sampai kita yang bosan bertaubat. Mari kita senantiasa memohon rahmat-Nya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua.
Amin ya rabbal 'alamin.
اِرْحَمْنَا يَا اللهُ لِأَنَّ رَحْمَتَكَ أَرْجَى لَنَا مِنْ جَمِيْعِ أَعْمَالِنَا، وَاِغْفِرْ لَنَا يَا اللهُ لِأَنَّ مَغْفِرَتَكَ أَوْسَعُ مِنْ ذُنُوْبِنَا أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 16 Mei 2025/19 Zulkaidah 1446 H: Proporsi Ibadah Penembus Pintu Rahmat Allah
3. Memahami Qadha, Qadar, dan Tanggung Jawab Hamba di Hadapan Allah
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيِّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ . وَقَال: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik ataupun buruk menurut ukuran kita, semuanya adalah atas kehendak dan kekuasaan Allah swt.
Dalam surah As-Shaffat ayat 96, Allah SWT berfirman:
وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Artinya, "Dan Allahlah yang menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat."
Ayat ini menegaskan bahwa seluruh perbuatan manusia pada hakikatnya terjadi dengan iradah (kehendak) dan qudrah (kekuasaan) Allah swt. Namun, muncul pertanyaan: Jika segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, apakah manusia ini terpaksa (majbur) dalam semua perbuatannya? Dan jika benar demikian, mengapa Allah meminta pertanggungjawaban atas amal perbuatan kita?
Jawabannya, jamaah sekalian, bahwa manusia tidak sepenuhnya terpaksa atas apa yang ia lakukan. Allah memberikan kepada manusia sesuatu yang disebut iradat juz’iyyah atau kehendak lokal. Dengan kehendak ini, manusia mampu memilih dan memalingkan dirinya kepada kebaikan atau keburukan.
Selain itu, manusia juga dianugerahi akal yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Apabila seseorang memilih kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala atas usahanya. Sebaliknya, apabila ia memilih keburukan, maka ia akan mendapatkan balasan atas kejahatannya.
Artinya, manusia tetap bertanggung jawab atas pilihannya, meskipun semuanya terjadi dalam lingkup kehendak Allah swt.
Namun, ada pertanyaan lain yang sering muncul: Jika Allah menciptakan manusia yang baik dan menghadiahinya surga, sementara ada manusia yang diciptakan buruk lalu disiksa di neraka, apakah itu berarti Allah tidak adil? Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah. Ketahuilah bahwa kita semua adalah milik Allah. Allah berhak melakukan apa pun terhadap makhluk-Nya sesuai kehendak-Nya.
Sebagai contoh, jika kita memiliki dua ekor ayam, lalu kita memutuskan untuk menyembelih satu dan memelihara yang lain, apakah ada yang bisa menuduh kita tidak adil? Tidak, karena keduanya adalah milik kita. Namun, meskipun kita memiliki kebebasan terhadap ayam tersebut, kita tetap terikat dengan aturan agama dan aturan umum.
Kita tidak boleh menyiksa ayam tersebut secara semena-mena, karena itu melanggar norma umum juga perintah Allah. Berbeda dengan manusia, Allah tidak terikat oleh hukum atau aturan apa pun. Allah adalah sang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Segala perbuatan-Nya pasti mengandung hikmah, meskipun terkadang hikmah tersebut tidak bisa dijangkau oleh akal manusia.
Dalam surah Yunus ayat 44, Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Artinya, "Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri."
Maka, takdir Allah adalah mutlak dan tidak bisa disebut zalim. Semua perbuatan Allah selalu berada pada tempatnya dan penuh hikmah. Oleh karena itu, kewajiban kita sebagai hamba adalah mengimani dan menerima dengan lapang dada setiap ketetapan-Nya.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita sering bertanya: Jika segala sesuatu sudah ditakdirkan oleh Allah, mengapa kita masih harus berdoa? Bukankah takdir itu tidak bisa diubah? Ketahuilah bahwa termasuk dalam ketetapan Allah adalah tertolaknya bala' dengan doa. Sebagaimana disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab al-Adzkar, doa adalah sebab yang Allah tetapkan untuk menolak keburukan dan mendatangkan rahmat.
Sebagaimana perisai menjadi sebab tertolaknya senjata dan air menjadi sebab tumbuhnya tanaman, demikian pula doa adalah sarana penting yang Allah sediakan untuk kebaikan hidup kita. Maka, jangan pernah kita meremehkan kekuatan doa, karena ia tidak hanya menjadi bentuk ibadah tetapi juga cara yang Allah tetapkan untuk melindungi hamba-Nya dari berbagai musibah dan ujian.
Namun, jamaah sekalian, keyakinan kepada takdir tidak berarti kita meninggalkan usaha dan doa. Allah memerintahkan kita untuk berikhtiar, sebagaimana Allah juga memerintahkan kaum Muslimin untuk mempersiapkan diri menghadapi musuh dengan senjata (QS. An-Nisa: 102).
وَلْيَأْخُذُوْا حِذْرَهُمْ وَاَسْلِحَتَهُمْۗ
Artinya, "... dan hendaklah mereka bersiap siaga dengan menyandang senjatanya."
Ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya menakdirkan hasil, tetapi juga sebab-sebabnya. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berdoa kepada Allah sambil terus berusaha dengan sungguh-sungguh. Doa adalah bentuk kepasrahan kita kepada Allah, sementara usaha adalah ketaatan kita dalam menjalankan segala perintah-Nya. Jadi, jamaah sekalian, doa adalah bagian dari takdir Allah. Kita tidak boleh lelah untuk terus berdoa, karena doa adalah bentuk penghambaan kita kepada Allah swt.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Hal yang juga perlu kita lakukan sebagai adab dalam menyikapi takdir adalah dengan menyandarkan segala kebaikan kepada Allah dan menyandarkan keburukan kepada diri kita sendiri. Sebagai contoh, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam surah Asy-Syu’ara ayat 78-80 mengatakan:
الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ . وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ . وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
Artinya, "Dialah Allah yang menciptakan aku, lalu Dia memberiku petunjuk. Dan Dialah yang memberi aku makan dan minum. Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku."
Perhatikan bagaimana Nabi Ibrahim menyandarkan petunjuk, makanan, minuman, dan kesembuhan kepada Allah. Namun, ketika berbicara tentang penyakit, beliau menyandarkannya kepada dirinya sendiri. Inilah adab yang harus kita teladani. Hal ini juga sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 79:
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Artinya, "Apa-apa yang mengenai dirimu dari kebaikan, maka itu dari Allah. Dan apa-apa yang mengenai dirimu dari keburukan, maka itu dari dirimu sendiri."
Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri, bertawakal kepada Allah, dan berdoa agar selalu diberikan kebaikan di dunia dan akhirat. Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang diridhai oleh Allah swt.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 16 Mei 2025/ 19 Zulkaidah 1446 H: Berlepas Diri dari Kehidupan Lalai dan Merugi
4. Berhati-hatilah dalam Memilih Rujukan Agama
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيِّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ . وَقَال: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Menjadi keniscayaan bagi kita untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur kepada Allah swt yang telah menganugerahkan kehidupan di dunia dengan segala fasilitas yang bisa kita nikmati. Shalawat dan salam kita abadikan kepada Nabi Muhammad saw yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam yang ilmiyah. Semoga kita menjadi umatnya yang patuh pada sabda-sabdanya dan kelak mendapatkan syafa'at uzhma-nya. Amin ya rabbal ‘alamin.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Di era digital ini banyak orang yang diulamakan oleh penikmat media sosial. Dia bukan ahli di bidang agama tapi diidolakan dan diagung-agungkan bahkan menjadi rujukan utama dalam segala tindakan dan perbuatan, tidak terkecuali dalam beramaliyah sehari-hari.
Legitimasi dan pengakuan terhadapnya seringkali melebihi pengakuan terhadap ulama besar dan gurunya sendiri yang sudah lama memberi bimbingan, pembelajaran bahkan keteladanan, sehingga ketika terjadi perbedaan pandangan, maka dialah yang menjadi pilihannya.
Karenanya, dirasa sangat penting dipahami bersama bahwa ulama Ahlussunah wal Jama’ah sudah menentukan barometer siapa saja yang dapat diambil ilmunya dan dijadikan rujukan dalam beramal.
Dalam kitab Risalah Ahlussunah wal Jama’ah karya Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dijelaskan bahwa tidak diperbolehkan mengambil ilmu dari orang yang tidak diketahui dari mana dia belajar. Beliau mengutip pandangan imam Malik:
لا تَحْمِلِ الْعِلْمَ مِنْ اَهْلِ الْبِدَعِ وَلا تَحْمِلْهُ عَمَّنْ لَا يُعْرَفُ بِالطَّلَبِ
Artinya: “Janganlah kamu membawa ilmu dari orang yang ahli bidah, dan jangan pula membawa ilmu dari orang yang tidak dikenal kepada siapa dia mempelajarinya”.
Maka, kenali dulu di pesantren atau institusi pendidikan mana dia belajar, seperti apa profil lembaga pendidikannya dan siapa gurunya. Perlu diidentifikasi dari tiga sisi, yaitu seperti apa corak pemikirannya, bagaimana amaliyahnya dan bagaimana pula bentuk gerakannya.
Jangan hanya karena kenal melalui media sosial lantas kita proklamirkan sebagai orang yang ahli agama. Jangan karena petuahnya masuk akal lalu kita jadikan pedoman dalam memutuskan problematika hukum.
Kita sadari kembali bahwa ilmu bisa diperoleh dengan proses pembelajaran, bukan bawaan dari lahir, bukan pula hadiah dari garis keturunan. Sehingga apa yang disampaikan melalui kajian yang mendalam dari beberapa referensi yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan asal mengutip yang tidak dipahami makna yang sebenarnya.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Ciri berikutnya orang yang dapat dijadikan rujukan adalah mereka yang betul-betul ahli dalam ilmu agama. Mampu memahami Al-Qur’an dan hadits dengan baik, begitu juga perangkat-perangkat keilmuan lainnya yang menunjang pemahaman terhadap Al-Quran dan Sunnah. Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah pernah berpesan:
فَلا تَرْوُوْهُ اِلَّا عَمَّنْ تَحَقَّقَتْ أَهْلِيَّتُهُ
Artinya: “Maka, jangan kamu meriwayatkan suatu ilmu kecuali dari orang yang benar-benar ahli dalam bidang tersebut”.
Tidak boleh sembarang orang dijadikan rujukan untuk kasus-kasus krusial yang membutuhkan pemahaman yang mendalam. Tidak boleh setiap orang diberi panggung untuk memutuskan perkara yang sangat penting, terutama bagi umat Islam. Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin juga menegaskan:
وَإِنْ كَانَ مِنْ دَقَائِقِ الْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ وَمِمَّا يَتَعَلَّقُ بِالِاجْتِهَادِ لَمْ يَكُنْ لِلْعَوَامِ الْاِبْتِدَاءُ بِإِنْكَارِهِ بَلْ ذَلِكَ لِلْعُلَمَاءِ
Artinya: “Kalau merupakan perkataan dan tindakan yang detail dan hal-hal yang berhubungan dengan ijtihad, maka orang awam tidak boleh memulai dalam melakukan pengingkaran, melainkan aktivitas tersebut harus dilakukan oleh para ulama.”
Tentu saja berkaitan dengan penjelasan yang khatib sebutkan, seseorang yang disebut sebagai ulama adalah yang dinilai telah mumpuni dalam keilmuannya oleh para ulama lainnya, bukan mereka yang dianggap ulama oleh netizen di media sosial secara sembarangan, bukan pula mereka yang mengatasnamakan dirinya sebagai ulama secara serampangan.
Jamaah sekalian, dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat ke 36, Allah swt berfirman:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan sesuatu yang tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya kelak.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Ciri lain orang yang dapat dijadikan rujukan ilmunya adalah mereka yang dapat dipercaya ucapan dan tindakannya. Bukan orang yang berani membohongi umat untuk kepentingan pribadi dan golongan. Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah menegaskan:
وَلا عَمَّنْ يَكْذِبُ فِيْ حَدِيْثِ النَّاسِ وَإنْ كَانَ لا يَكْذِبُ فِيْ حَدِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: “Dan jangan mengambil ilmu dari seseorang yang melakukan kebohongan di muka umum, walaupun dia tidak berbohong jika sedang berbicara tentang hadits Nabi Muhammad saw”.
Maka, Jangan hanya menilai seseorang dari ilmunya saja, tetapi juga dari amal perbuatannya.
Ilmu yang disertai dengan keikhlasan dan kejujuran memiliki kekuatan besar untuk menyentuh hati seseorang yang mendengarnya, dan tentu saja membawa keberkahan bagi umat. Hal ini jauh lebih berharga daripada segudang ilmu tanpa kejujuran dan pengamalan. Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith dalam Al-Manhajus Sawi mengatakan:
كَلَامُ أهْلِ الإخْلاصِ وَالصِّدْقِ نُوْرٌ وَبَرَكَةٌ وَاِنْ كَانَ غَيْرَ فَصِيْحٍ
Artinya: “Perkataan orang-orang yang ikhlas dan jujur adalah cahaya dan keberkahan, meskipun tidak diungkapkan dengan fasih.”
Karena itu, mari berhati-hati memilih rujukan dan pedoman dalam merespons persoalan agama. Tidak semua orang yang memiliki kemampuan menyampaikan materi dinyatakan sesuai dengan ketentuan Islam. Justru kadang dialah yang menyesatkan dan memprovokasi umat.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 16 Mei 2025/ 19 Zulkaidah 1446 H: Istqamah yang Berbuah Berkah
5.Bahaya Sifat Munafik
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَام، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ, اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ, وَاشْكُرُوْهُ عَلَى مَا هَدَاكُمْ لِلإِسْلاَمِ، وَأَوْلاَكُمْ مِنَ الْفَضْلِ وَالإِنْعَامِ، وَجَعَلَكُمْ مِنْ أُمَّةِ ذَوِى اْلأَرْحَامِ. قَالَ تَعَالَى : وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُۥ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَيُشْهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِى قَلْبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلْخِصَامِ
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, sumber keteladanan dan manusia paling mulia di muka bumi ini.
Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, marilah kita bersama-sama merenungkan dan berusaha menjauhi sifat yang sangat tercela, yaitu sifat munafik. Sifat ini adalah salah satu yang sangat dilarang dalam Islam. Mengenai sifat ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 8-10:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُۥ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَيُشْهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِى قَلْبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلْخِصَامِ
Artinya: "Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir', padahal mereka sesungguhnya tidak beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri, dan mereka tidak sadar." Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah SWT, dalam ayat ini Allah ta’ala membahas tentang orang-orang Mukmin sejati, kemudian orang-orang kafir sejati, dan akhirnya menyentuh kelompok ketiga yang berbeda dari kedua kelompok sebelumnya.
Kelompok ini, meskipun secara lahiriah tampak seperti orang beriman, namun secara batiniah mereka menyamai orang kafir. Mereka adalah orang-orang munafik, yang termasuk penghuni neraka paling bawah.
Sifat munafik adalah ancaman serius bagi kehidupan umat Islam, baik dalam hubungan kita dengan Allah SWT maupun sesama manusia. Seorang munafik menampakkan keimanan di luar, namun menyembunyikan kekufuran atau ketidakikhlasan di dalam hati. Mereka sering berbohong, mengingkari janji, dan tidak konsisten dalam tindakan. Hal ini terjadi pada masa Hijrahnya Rasulullah SAW. Dalam kitab Rahiqul Makhtum, Safiur Rahman Mubarakfuri menyebutkan tantangan yang dihadapi kaum Muslimin di Madinah adalah kaum munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay.
Mereka enggan berperang bersama Rasulullah, merusak persaudaraan, dan menyebar fitnah di Madinah. Dalam Perang Uhud, setelah kemenangan awal di Perang Badar, sebagian orang munafik merasa takut dan kecewa ketika musuh kembali menyerang. Mereka berpura-pura setia kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi hati mereka tidak sepenuhnya beriman. Mereka menyebarkan keraguan di kalangan kaum Muslimin dan berusaha menghindari peperangan. Begitu pula dalam Perjanjian Hudaibiyah antara Nabi Muhammad SAW dan orang Quraisy, beberapa orang munafik berusaha menghasut umat Islam dan merusak perjanjian tersebut.
Mereka menunjukkan kesetiaan di luar, tetapi hatinya penuh kebencian dan pengkhianatan terhadap Islam. Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT, Rasulullah SAW telah mengajarkan kita tentang ciri-ciri orang munafik yang perlu kita waspadai, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits berikut:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya: "Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia khianat."
Hadits ini bekaitan dengan keimanan seseorang, Imam Al-Kirmani dalam kitab Fathul Bari, dalam bab 'alamatul munafiq, halaman 111 menjelaskan:
أَنَّ النِّفَاقَ عَلَامَةُ عَدَمِ الْإِيمَانِ
Artinya, "Sifat Munafik itu adalah tanda dari tidak adanya iman." Jamaah yang dirahmati Allah Sifat munafik adalah ancaman serius bagi kita semua. Orang munafik sering mengingkari janji, baik kecil maupun besar, dan tidak menjaga kepercayaan yang diberikan kepada mereka. Mereka beribadah dan beramal hanya untuk dilihat orang, bukan karena Allah semata. Allah SWT memberikan peringatan keras tentang sifat ini dalam Surat An-Nisa' ayat 145, di mana Allah menyebutkan bahwa orang-orang munafik akan mendapatkan tempat paling rendah di neraka. Ini adalah ancaman yang sangat serius. Allah SWT berfirman:
اِنَّ الۡمُنٰفِقِيۡنَ فِى الدَّرۡكِ الۡاَسۡفَلِ مِنَ النَّارِ ۚ وَلَنۡ تَجِدَ لَهُمۡ نَصِيۡرًا ۙ
Artinya: "Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka." Ayat ini menunjukkan betapa rendahnya kedudukan orang munafik di neraka. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa menjaga hati agar terhindar dari sifat munafik. Salah satu cara menghindarinya adalah dengan selalu ikhlas dalam beribadah, jujur dalam setiap perkataan, dan menepati janji. Kita harus berusaha menjaga konsistensi dalam amal dan perilaku, baik di hadapan Allah maupun sesama manusia. Kita semua harus berusaha menumbuhkan keimanan yang tulus dalam hati dan menjauhi segala bentuk kemunafikan. Semoga kita termasuk orang-orang yang ikhlas dalam beribadah dan konsisten dalam menjalankan amanah.
Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah SWT, momentum Ramadan adalah kesempatan berharga untuk memperbaiki diri. Kita berharap agar Allah selalu memberikan ampunan, kekuatan, dan petunjuk kepada kita. Semoga kita menjadi pribadi yang menjaga niat dan amalan hanya untuk Allah semata. Akhir kalam, marilah kita berdoa kepada Allah SWT agar dijauhkan dari sifat munafik. Senantiasa memperbaiki iman, mengikhlaskan niat dalam setiap amalan, dan berusaha jujur dalam setiap perkataan dan tindakan.
Jangan biarkan kemunafikan merusak hubungan kita dengan Allah dan sesama umat Islam. Semoga kita dapat menjalani Ramadan tahun ini dengan penuh keikhlasan, menghindari sifat munafik, dan meraih keberkahan yang Allah janjikan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
(*)
Baca artikel TribunPriangan.com lainnya di Google News