Pilkada 2024

Strategi Kolaboratif Diharapkan Mampu Hadapi Potensi Disinformasi dan Diskriminasi pada Pilkada 2024

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Literasi Pemuda Indonesia (LPI) bersama Jabar Saber Hoaks (JSH) menggelar diskusi publik bertajuk “Kolaborasi Mengatasi Disinformasi dan Diskriminasi pada Pilkada 2024 di Hotel Santika, Depok, Jawa Barat, Jumat (13/9).

TRIBUNPRIANGAN.COM, DEPOK — Pemuda Indonesia (LPI) bersama Jabar Saber Hoaks (JSH) menggelar diskusi publik bertajuk 'Kolaborasi Mengatasi Disinformasi dan Diskriminasi pada Pilkada 2024' di Hotel Santika, Depok, Jawa Barat , Jumat (13/9).

Diskusi publik  ini dalam rangka memitigasi disinformasi dan diskriminasi yang berpotensi muncul pada Pilkada 2024.

CEO Anthromedius Indonesia, Tino Rila Sebayang, menekankan pentingnya memahami cara kerja hoaks supaya dapat menanggulanginya. 

Menurut Tino, hoaks bekerja di big data sehingga perlu menggunakan big data untuk melawannya.

"Pemahaman terhadap social network analysis (SNA) merupakan kunci untuk mengidentifikasi pola penyebaran hoaks, mengungkap aktor-aktor utama dalam jejaring informasi, serta memetakan bagaimana hoaks tersebar dan berkembang di platform media sosial. Dengan demikian, langkah penanggulangan disinformasi bisa lebih efektif, tepat sasaran, dan berbasis data yang akurat," ungkap Tino dalam keterangannya, dikutip Minggu (15/9).

Baca juga: LPI akan Libatkan Unsur Pentahelix Guna Berantas Hoaks Pilkada 2024

Sementara menyoal tren hoaks Pilkada, pemeriksa fakta senior Jakarta Lawan Hoaks (Jalahoaks), Muhammad Khairil Haesy, menilai bahwa hoaks Pilkada kali ini lebih menyerang para kontestan, dan lebih ditujukan kepada individu-individu di luar kontestan Pilkada Jakarta saat ini.

"Fenomena ini menunjukkan pergeseran pola serangan hoaks, yang perlu diantisipasi dan ditangani dengan strategi penanggulangan yang tepat, khususnya dalam menjaga integritas proses pemilihan," ujar Khairil.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024 mencatat, terdapat wilayah-wilayah di Indonesia yang termasuk dalam katergori kerawanan sedang, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Baca juga: LPI Sabet Penghargaan di Festival Literasi Digital Jawa Barat 2023, Begini Pesan Founder

Dalam rilis itu, kerawanan yang dimaksud mencakup berbagai aspek seperti kampanye yang mengandung fitnah, hoaks, serta diskriminasi terhadap kelompok rentan.

Tingginya penetrasi media sosial di tiga provinsi ini semakin meningkatkan risiko penyebaran disinformasi.

Pendiri LPI, Dedy Helsyanto, menyatakan, bahwa kini kelompok rentan seperti orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat/disabilitas, kerapkali diobjektifikasi dalam proses politik. 

"Mereka tidak diperhatikan, dianggap lemah, dan dijadikan komoditi, khususnya oleh para calon," ungkap Dedy.

Baca juga: 24 Pemeriksa Fakta dari Berbagai Kalangan Deklarasikan Komunitas LPI, Ini Tujuannya

Bukan hanya itu, menurut Dedy, hak pilih bagi kelompok rentan juga kerap terabaikan karena keterbatasan akses, masalah administratif, dan berbagai hambatan lainnya.

Maka dengan melalui acara ini, LPI dan JSH berusaha merumuskan strategi kolaboratif untuk mencegah dan mengatasi isu disinformasi dan diskriminasi dalam Pilkada.

Acara yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, jurnalis, dan aktivis sosial ini, turut melibatkan pemantauan media sosial serta sinergi antara berbagai pihak untuk menciptakan konten yang edukatif dan informatif.  

Sebagai bentuk kolaborasi, penanggulangan hoaks jelang Pilkada 2024 tidak hanya dilakukan di aspek produksi tetapi juga pada aspek konsumsinya. 

Literasi digital masyarakat yang belum memadai menjadi tantangan tersendiri. Jabar Saber Hoaks (JSH) yang berada di bawah Diskominfo Jabar melakukan sejumlah langkah penanggulangan hoaks melalui edukasi literasi digital, baik melalui artikel periksa fakta maupun dengan cara memperluas jaringan di daerah. 

Menurut Alfianto Yustinova, Ketua JSH, ada 27 daerah di Jawa Barat yang membentuk lembaga replika JSH dan akan terus bertambah.

"Upaya ini bisa memperkuat mitigasi disinformasi dan potensi diskriminasi pada Pilkada 2024," kata Alfianto.

Acara diskusi publik ini berhasil merumuskan berbagai strategi kolaboratif untuk memitigasi disinformasi dan diskriminasi dalam Pilkada 2024. 

Melalui sinergi antara pemantauan media sosial, peningkatan literasi digital, serta kerja sama antarlembaga, potensi ancaman terhadap integritas Pilkada diharapkan dapat diminimalisir. 

Partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan akan menjadi kunci dalam mewujudkan Pilkada yang adil, transparan, dan inklusif bagi semua kelompok masyarakat. [*]