Berbicara pernikahan, mau tidak mau harus disadari bahwa kehidupan manusia tak mungkin berlangsung dan berkelanjutan kecuali dengan memelihara generasi yang baik. Dan generasi yang baik tak mungkin lahir kecuali dari pernikahan dan keluarga yang utuh dan harmonis, juga tentunya keluarga yang berakidah kuat, taat beribadah, dan berbudi pekerti luhur.
Karena itu, menikah adalah satu-satunya jalan terbaik untuk memperbanyak keturunan dan melahirkan generasi pilihan, sebagaimana Allah dalam Surat An-Nisa ayat 1:
اَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءًۚ
Artinya, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”
Demikian pula yang diinginkan dan dibanggakan Rasulullah saw.
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya, “Menikahlah kalian dengan perempuan yang penyayang dan paling banyak memberi keturunan. Sebab, aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian atas umat-umat lain pada hari Kiamat,” (HR. Ahmad).
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 19 Juli 2024, dengan Tema Hal yang Harus Direnungi di Awal Tahun Baru Hijriah
Sidang Jumat yang dirahmati Allah,
Menikah juga merupakan cara termulia untuk memenuhi kebutuhan biologis, naluri, dan fitrah saling mencinta yang dititipkan Allah kepada manusia. Siapa pun tahu manakala kebutuhan, naluri dan fitrah itu tak terpenuhi akan membawa pemiliknya kepada kegelisahan, kekacauan, bahkan frustrasi yang berujung pada berbagai tindakan tak terpuji.
Dengan kata lain, menikah merupakan benteng dalam menjaga kehormatan serta kesucian diri, sekaligus menjaga pandangan dan kemaluan dari segala tindakan nista yang diharamkan Allah, misalnya perzinaan. Na‘udzubillah min dzalik! Selain menjaga fitrah dan kehormatan diri, menikah juga sekaligus menjaga agama. Hal itu terungkap dalam hadits Rasulullah saw. yang menyatakan:
مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ أَحْرَزَ شَطْرَ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الثَّانِي
Artinya, “Siapa saja yang menikah, maka sejatinya ia telah menjaga separuh agamanya. Maka bertakwalah kepada Allah dalam separuhnya lagi,” (HR. ath-Thabarani).
Dengan kata lain, menikah karena Allah adalah cara menjaga agama dan menyempurnakan pengamalannya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa siapa pun yang menjaga agama, maka ia berhak mendapat perlindungan Allah.
Tak bisa dipungkiri bahwa pernikahan adalah gerbang meraih ketenangan, ketenteraman, saling menyayangi, serta kebahagiaan bersama, sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Ar-Rum ayat 21:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ
Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang.”
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 19 Juli 2024, Tema: Sejumlah Amalan yang Membukakan Pintu-pintu Rezeki
Sidang Jumat yang dirahmati Allah,