Fraksi PDI Perjuangan Kompak Tak Hadiri Rapat Paripurna di DPRD Jabar, Apa Alasannya?

Wakil Ketua DPRD dari PDI-Perjuangan Ono Surono bersama seluruh anggota fraksi, kompak tidak menghadiri rapat paripurna DPRD Jabar

Editor: Machmud Mubarok
TribunJabar.id/Nazmi Abdurahman
RAPAT PARIPURNA - Suasana rapat sidang paripurna yang digelar di Gedung DPRD Jawa Barat, Jumat (15/8/2025). 

TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Wakil Ketua DPRD dari PDI-Perjuangan Ono Surono bersama seluruh anggota fraksi, kompak tidak menghadiri rapat paripurna yang digelar di Gedung DPRD Jawa Barat, Jumat (15/8/2025).

Adapun agenda rapat paripurna itu membahas laporan Badan Anggaran, persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Perubahan APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2025, penandatanganan Persetujuan Bersama dan Pendapat Akhir Gubernur Jawa Barat serta agenda kedua, adalah laporan Reses III Tahun Sidang 2024/2025

Ketua DPRD Jawa Barat Buky Wibawa mengungkapkan, rapat paripurna hari ini dihadiri 81 anggota legislatif dari jumlah keseluruhan 120 orang.

"Sebanyak 39 anggota legislatif tidak hadir, namun masih mencapai persyaratan kuorum sehingga rapat dapat dilanjutkan," ujar Buky.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono sempat menyambut baik rencana perubahan APBD 2025 yang akan mengalokasikan kembali bantuan untuk yayasan pondok pesantren dan masjid.

Namun ternyata, dalam APBD Perubahan 2025 ternyata Gubernur Jawa Barat tidak lagi menganggarkan di APBD Perubahan bantuan untuk pondok pesantren. 

Justru yang muncul di APBD Perubahan adalah nomenklatur yang baru lagi, yakni beasiswa santri tidak mampu dengan alokasi anggaran sebesar Rp 10 miliar.

Baca juga: DPW PKS Jabar Kritisi Kebijakan Dedi Mulyadi Soal Efisiensi Anggaran Bantuan Dana Hibah Pesantren

Fraksi PDI Perjuangan pun, tidak menandatangani persetujuan bersama Perubahan APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2025. 

Beberapa waktu lalu,  Ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Barat, Haru Suandharu, juga turut menyoroti kebijakan Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi dalam melakukan efisiensi anggaran, terutama soal hibah pesantren.

Dikatakan Haru, tujuan efesiensi anggaran yang dilakukan Gubernur sebenarnya dapat dimaklumi. Hanya saja, cara dan proses pengambilan keputusan harus sesuai dengan mekanisme.

“Saya kira maksud Pak Gubernur baik, ingin memperbaiki tata kelola hibah agar tidak hanya diberikan ke lembaga yang itu-itu saja. Beliau juga menyampaikan soal akses politik yang lebih adil,” ujar Haru, Kamis (8/5/2025).

Hanya saja, kata dia, poses efisiensi yang dilakukan setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ditetapkan bersama DPRD, diubah sepihak sehingga menimbulkan kekecewaan, terutama dari kalangan pesantren yang sudah mengajukan proposal hibah sejak awal.

“Kalau memang ingin efisiensi, lakukan untuk tahun depan dengan perencanaan yang jelas. Masyarakat perlu diberitahu apa saja yang diprioritaskan. Tapi kalau APBD sudah disahkan dan tiba-tiba dilakukan pemangkasan lewat Peraturan Gubernur, tentu ini akan menimbulkan banyak pertanyaan,” katanya.

Haru juga mengingatkan pentingnya konsolidasi antara Gubernur, DPRD, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam pengambilan kebijakan publik. 

“Saya kira jangan memimpin Jawa Barat sendirian, jangan hanya berdasarkan komentar di media sosial. Semua ada aturan mainnya dan harus diambil melalui musyawarah. Di atas gubernur ada Presiden, dan di atas Presiden ada rakyat,” ucapnya.

Haru pun berharap agar niat baik Dedi Mulyadi dapat diwujudkan melalui proses yang baik dan demokratis, agar pembangunan di Jawa Barat berjalan harmonis dan tidak menimbulkan polemik di masyarakat. (*)

Baca Berita-berita TribunPriangan.com Lainnya di Google News

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved