KPU Kabupaten Tasikmalaya Siap Terima Apapun Hasil Putusan MK, Ini Jawaban Ketika Ditanya PSU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tasikmalaya siap menerima apapun hasil sidang lanjutan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal sengketa Pilkada 2024.

|
Penulis: Jaenal Abidin | Editor: Gelar Aldi Sugiara
Kompas.com
Ilustrasi Pilkada. KPU Kabupaten Tasikmalaya siap menerima apapun hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal sengketa Pilkada 2024. Pihaknya hanya menjawab soal anggaran yang dikeluarkan apabila diharuskan Pemungutan Suara Ulang atau PSU. 

Persoalan anggaran menjadi salah satu pertimbangan jika hasil putusan MK mengatakan bahwa diterima, maka ada rencana pemilihan ulang dengan anggaran sama ketika pilkada serentak 2024.

"Khusus KPU itu Rp57 miliar dari Kabupaten, dari provinsi Rp40 miliar, berarti ada Rp97 miliar untuk pilkada serentak kemarin," katanya.

Diberitakan portal Mahkamah Konstitusi saat sidang, tidak dipenuhinya persyaratan dalam Pasal 7 ayat (2) huruf n Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 akan membawa konsekuensi pembatalan atau diskualifikasi terhadap kepesertaan pasangan calon.

Hal ini dinyatakan oleh Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini sebagai ahli yang dihadirkan Pemohon dalam Perkara Nomor 132/PHPU.BUP-XXIII/2025 di Persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (7/2/2025).

Persidangan lanjutan perkara yang dimohonkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya Nomor Urut 2, Cecep Nurul Yakin dan Asep Sopari Al-Ayubi ini digelar di Ruang Sidang Panel Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK). Majelis Panel Hakim 1 yang memeriksa perkara ini yakni Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Lebih lanjut Titi menjelaskan bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf n Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 dimaknai bahwa satu periode jabatan kepala daerah terhitung dari yang pernah dijalani setidak-tidaknya setengah masa jabatan.

"Di mana masa jabatan yang telah dijalani tersebut adalah masa jabatan, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara, sepanjang telah dijalani secara nyata atau riil atau faktual dan bukan masa jabatan yang dihitung berdasarkan waktu pelantikan," ujar Titi.

Adapun Pasal 7 ayat (2) huruf n yang dimaksud, berbunyi, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, (...) belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota.

Pendapat berbeda disampaikan I Gde Pantja Astawa selaku ahli yang dihadirkan Pihak Terkait (Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya Nomor Urut 3, Ade Sugianto dan Iip Mipathul Paoz). Jika ahli dari Pemohon memaknai hitung-hitungan masa jabatan sejak dijalani secara faktual, maka ahli dari Pihak Terkait, I Gde Pantja Astawa, menyatakan bahwa masa jabatan terhitung sejak pelantikan.

Dalam hal ini, Astawa mengutip ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menyebutkan, “Masa jabatan kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) adalah selama lima tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan”.

Perbedaan pandangan dalam penghitungan masa jabatan kepala daerah ini menjadi inti pembahasan di persidangan. Sebabnya, Pemohon, Termohon (KPU Tasikmalaya) serta Pihak Terkait memiliki versi hitung-hitungan yang berbeda mengenai masa jabatan dan periodisasi jabatan Calon Bupati Ade Sugianto yang merupakan petahana.

Sebelum menang sebagai Bupati dalam kontestasi Pilkada Tasikmalaya 2020, Ade sempat menjabat Bupati juga. Saat itu dia yang merupakan Wakil Bupati, naik menjadi Bupati menggantikan Uu Ruzhanul Ulum yang terpilih sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat bersanding dengan Ridwan Kamil sebagai Gubernur.

Namun yang menjadi soal dalam perkara ini ialah, jabatan Ade Sugianto saat transisi terpilihnya Uu Ruzhanul sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat sehingga meninggalkan kekosongan jabatan Bupati Tasikmalaya. Masa transisi itu terjadi sejak 5 September 2018, di mana Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat.

Bertepatan dengan pelantikan itu, Ridwan Kamil menerbitkan Surat Telegram atau Radiogram mengenai kekosongan posisi Bupati Tasikmalaya yang ditinggalkan Uu. Hal demikian disampaikan di persidangan oleh saksi dari Pemohon, Asop Sopiudin yang merupakan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tasikmalaya.

"Terbit Telegram Gubernur Provinsi Jawa Barat, Pak Ridwan Kamil pada 5 September 2018. Pada saat itu bertepatan dengan dilantiknya Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Saya ikut menghadiri pelantikan tersebut," kata Asop saat bersaksi di persidangan.

Sumber: Tribun Priangan
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved