Sejarah dan Makna Hari Sumpah Pemuda di Usia Nasional 96 Tahun

Diperingati Setiap 28 Oktober, Ini Sejarah Singkat serta Makna dari Hari Sumpah Pemuda Nasional, yang Hingga Kini Sudah Capai 96 Tahun

Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: ferri amiril
TribunNews.com
Diperingati Setiap 28 Oktober, Ini Sejarah Singkat dan Makna Hari Sumpah Pemuda Nasional 

Selain itu, pertemuan juga menyepakati pembentukan kepanitiaan kongres dengan susunan sebagai berikut:

  1. Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI)
  2. Wakil Ketua: R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
  3. Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)
  4. Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)
  5. Pembantu I: Johan Mahmud Tjaja (Jong Islamieten Bond)
  6. Pembantu II: R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
  7. Pembantu III: R.C.L. Sendoek (Jong Celebes)
  8. Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
  9. Pembantu V: Mohammad Rochjani Su’ud (Pemoeda Kaoem Betawi)

Rapat Pertama, Gedung Katholieke Jongenlingen Bond

Rapat pertama, malam hari Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Ketua Kongres, Sugondo Djojopuspito, memberi sambutan.

Ia berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda.

Baca juga: 3 Link Download Logo Hari Sumpah Pemuda 2024, Lengkap dengan Makna Filosofinya

Acara dilanjutkan dengan uraian Mohammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda.

Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Rapat Kedua, Gedung Oost-Java Bioscoop

Rapat kedua, pagi hari, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan.

Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah.

Anak juga harus dididik secara demokratis.

Baca juga: Logo Hari Sumpah Pemuda 2024, Bikin Kegiatan Semangat dan Penuh Makna

Rapat Ketiga, Gedung Indonesische Clubgebouw

Rapat ketiga, sore hari, Minggu, 28 Oktober 1928, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan.

Kemudian Ramelan mengemukakan tentang gerakan kepanduan yang tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.

Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.

Theo Pengamanan menyampaikan bahwa pandu sejati adalah pandu berdasarkan semangat kebangsaan dan rasa cinta tanah air Indonesia.

Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia Raya” oleh Wage Rudolf Supratman melalui lantunan biola.

Lagu tersebut disambut dengan sangat antusias oleh peserta kongres.

Kemudian kongres ditutup dengan pembacaan sebuah keputusan oleh Sugondo Djojopuspito.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved