Gempa Megathrust

Isu Gempa Megathrust di Selat Sunda dan Mentawai Bukan Hal Baru, Ini Kata BMKG

gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut menyimpan potensi gempa hingga M 8,9 dan destruktif atau merusak.

Editor: Machmud Mubarok
Istimewa
Ilustrasi tsunami raksasa dampak gempa Megathrust. Isu terkait potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut bukanlah hal baru. Bahkan, sudah ada sejak sebelum terjadinya gempa dan tsunami Aceh pada 2004. Foto Ilustrasi. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Isu terkait potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut bukanlah hal baru. Bahkan, sudah ada sejak sebelum terjadinya gempa dan tsunami Aceh pada 2004.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyampaikan keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. 

Zona Megathrust Segmen Mentawai bagian Siberut yang menyimpan potensi gempa hingga M 8,9 dan destruktif atau merusak.

Seismic gap ini memang harus diwaspadai, karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

"Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki, Jepang. Menariknya, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara, dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai. Peristiwa semacam ini menjadi momen yang tepat untuk mengingatkan kami di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut," katanya, Kamis (15/8/2024)

Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun), dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun). 

"Artinya kedua seismic gap kami periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kami jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya," ujarnya.

Dia menambahkan, saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya), sehingga semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekali pun tahu potensinya.

"Sekali lagi, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat," katanya.

Kepada masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat. 

Sebelumnya, Daryono kembali menegaskan bahwa potensi gempa di zona Megathrust bukan hal baru.

Daryono juga menyatakan bahwa pernyataannya terkait "Gempa Megathrust di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut tinggal menunggu waktu", bukan pernyataan 'Warning', namun hanya untuk mengingatkan potensi.

"Potensi gempa di zona megathrust bukan hal baru, apa yg sy sampaikan bukan pernyataan "warning".. hny mengingatkan potensi," tulis Daryono di akun X.com @DaryonoBMKG, Rabu (14/8/2024).

Kemudian melalalui unggahan berikutnya, Daryono menjelaskan tentang alasan perlunya mengingatkan kembali terkait potensi gempa di zona Megathrust.

Daryono menyebutkan ilmuwan, pejabat, hingga masyarakat di Jepang sudah mengkhawatirkan dan sudah siaga menghadapi kemungkinan terjadinya Gempa Megathrust Nankai yang gempa terakhirnya terjadi pada tahun 1946 atau 78 tahun lalu.

Adapun Gempa Megathrust di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, dikatakan Daryono, 'seismic gap' Selat Sunda sudah 267 tahun dan Mentawai-Siberut sudah 227 tahun masih belum terjadi gempa bumi kembali, sementara segmen-segmen lain sudah release.

Untuk diketahui, seismic gap adalah wilayah di sepanjang batas lempeng aktif yang tidak mengalami gempa besar atau gempa selama lebih dari 30 tahun.

Berikut unggahan terbaru Daryono:

"Megathrust Nankai terakhir gempa M8,4 thn 1946 (78 thn) ..ilmuwan, pejabat dan publik Jepang sdh khawatir dan begitu siaga. Kita, "seismic gap" Selat Sunda sdh usia 267 thn dan Mentawai-Siberut sdh usia 227 thn, smtr segmen2 lain sudah release, tugas sy mengingatkan kewaspadaan," tulis Daryono di akun X.com @DaryonoBMKG, Rabu (14/8/2024).

Sebelumnya diberitakan, Gempa Megathrust di Selat Sunda menjadi kekhawatiran ahli gempa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang disebutkan sama persis dengan kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Gempa Megathrust Nankai.

Gempa Megathrust kini menjadi viral di media sosial, khsusunya di platform media sosial Twitter atau X.

Sebelumnya, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengungkapkan tentang kekhawatirannya terhadap Gempa Megathrust di Selat Sunda dan Megathrust di Mentawai-Siberut yang sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar.

Baca juga: 4 Wilayah Diguncang Gempa M 4,9 di Jawa Timur, BMKG Sebut Pusat Gempa di Malang

Ungkapan kekhawatiran terjadinya Gempa Megathrust di Selat Sunda dan Megathrust di Mentawai-Siberut itu diunggah Daryono melalui akun Twitternya pada Minggu (11/8/2024).

"Kekhawatiran ilmuwam Jepang thd Megathrust Nankai sama persis dirasakan oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut. Rilis gempa di dua segmen ini boleh dikata “tinggal menunggu waktu” krn sdhratusan thn blm tjd gempa besar," tulis Daryono di akun X.com @DaryonoBMKG, Minggu (11/8/2024).

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved