Pemanfaatan Energi Tenaga Surya Paling Berpeluang di Tanah Air, Demi Wujudkan Nol Emisi Karbon

Energi terbarukan paling berpeluang di Indonesia dengan memanfaatkan energi tenaga surya.

|
Penulis: Nappisah | Editor: Gelar Aldi Sugiara
Kompas.com
Ilustrasi pemanfaatan energi tata surya 

Laporan Wartawan TribunJabar, Nappisah

TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Energi terbarukan paling berpeluang di Indonesia dengan memanfaatkan energi tenaga surya.

Pernyataan itu disampaikan Duta Besar Australia untuk Perubahan Iklim, Kristin Tilley, saat peresmian Aussie Corner di Institut Teknologi Bandung, Kamis (8/5).

“Jadi rooftop solar, kemarin saya lihat ada beberapa instalasi di pusat kota Jakarta, tapi banyak sekali atap yang tidak memiliki tenaga surya, begitu banyak peluang di sana. Mungkin peluang yang bisa digali untuk mengambangkan tenaga surya juga memanfaatkan tenaga air,” ujarnya.

Sebab, kata dia, salah satu isu yang disoroti di antara Indonesia dan Australia adalah transisi energi, yakni nol emisi karbon.

Baca juga: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Buka Seleksi CPNS 2024 untuk Lulusan SMA, Ini Syaratnya

“Indonesia dan Australia memiliki potensi besar untuk bekerja sama, memanfaatkan kekuatan masing-masing untuk mendorong transisi energi berkelanjutan dan memerangi perubahan iklim," imbuhnya.

Hematnya, lanjut dia, pihaknya menilai tantangan di Indonesia menuju nol emisi karbon oleh pemerintah dan sektor swasta pasti ditemui.

“Saya pikir semua negara mempunyai tantangan tersendiri dalam transisi energi terbarukan. Namun kesamaan yang dimiliki Indonesia dengan Australia adalah kita bergantung pada bahan bakar fosil dan tentu saja sumber daya batubara dan gas kita sendiri selama berpuluh-puluh tahun,” jelasnya.

Dalam kasus di Indonesia, seperti halnya di Australia, menurut dia, memiliki pekerja dan komunitas yang telah berkembang untuk mewujudkan nilai dan kontribusi pasokan bahan bakar fosil.

Duta Besar Australia
Duta Besar Australia untuk Perubahan Iklim, Kristin Tilley di Institut Teknologi Bandung, Kamis (8/5).

Sumber daya alam ini mengandung hidrokarbon seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam yang terbentuk secara alami di kerak bumi.

“Bagaimana kita memastikan bahwa masyarakat tersebut didukung ketika dunia beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.

Pasalnya, nol emisi karbon untuk antisipasi pemanasan global dan perubahan iklim membawa dampak destruktif.

Kekeringan, banjir, dan cuaca ekstrem hanyalah sebagian dari konsekuensinya. Net zero emission dinilai menjadi solusi untuk meredam laju krisis ini.

Baca juga: Anggota VI DPR RI Rieke Diah Dukung PGEO dalam Upaya Pembangunan Energi Bersih

Sementara Kepala Bagian Urusan Kolaborasi Internasional Biro Kemitraan ITB, Andika Putra Pratama, mengatakan, isu lingkungan menjadi bahan subtansi yang dapat dibedah baik dari segi pendidikan, hingga gaya hidup.

Sebab menurutnya, isu menuju nol emisi karbon juga konsen disoroti beberapa negara lain.

“Dengan menghadirkan beberapa analisis dari berbagai sisi, diharapkan memberikan prespektif yang berbeda. Hal yang jadi pertanyaan diskusi hari ini dapat dibicarakan lebih luas di sektor pendidikan, investment, bisnis, teknik, pengetahuan hingga relasi Internasional,” jelasnya.

Baca juga: Gunakan Teknologi Canggih, PGEO Siap Optimalkan Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

Dikatakannya, tak hanya menyoroti isu lingkungan, hadirnya #AussieBanget di ITB mewadahi pertukaran pendidikan, budaya hingga life style.

Aussie Corner ini juga memperkenalkan budaya dari Australia.

Selain mempererat konektivitas, mahasiswa dapat memanfaatkan student exchange ke luar negeri. Kemudian, mampu menggali pengetahuan melalui riset dengan kolaborasi Indonesia dan Australia. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved