Naskah Khutbah Jumat
Naskah Khutbah Jumat 23 Februari 2024: 3 Hikmah Atas Bencana Alam Bagi Tiap Muslim
Naskah Khutbah Jumat 23 Februari 2024: 3 Hikmah Atas Bencana Alam Bagi Tiap Muslim
Penulis: Riswan Ramadhan Hidayat | Editor: Gelar Aldi Sugiara
Jamaah salat Jumat hafidhakumullâh,
Pelajaran pertama adalah muhâsabah atau introspeksi diri. Kita dianjurkan untuk mengevaluasi diri kita, apa saja kekurangan dan kesalahan yang perlu dibenahi. Bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, dan gunung meletus adalah fenomena yang tidak bisa dikendalikan manusia. Ini bukti kelemahan manusia, dan seyogianya bencana alam menyadarkan mereka untuk kian merendah serendahnya di hadapan Allah ﷻ. Bila bencana itu disadari akibat kesalahan manusia, maka seharusnya bencana alam berdampak pada perubahan sikap kita menjadi lebih baik.
Muhasabah ini penting dilakukan baik oleh mereka yang menjadi korban maupun bukan korban. Sayyidina Umar bin Khattab pernah berkutbah:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا فَإِنَّهُ أَهْوَنَ لِحِسَابِكُمْ
Artinya: “Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab. Karena sesunguhnya hal itu akan meringankan hisabmu (di hari kiamat).”
Pesan dari pidato Sayyidina Umar sangat jelas bahwa kita dianjurkan untuk mengevaluasi diri sendiri, bukan mengevaluasi orang lain. Bagi korban, bencana adalah fase penting memeriksa dosa-dosa sendiri, tingkat penghambaan kepada Allah, pergaulan sosial, dan sikap terhadap lingkungan alam selama ini. Bagi mereka yang bukan korban dan di luar lokasi bencana, hal ini adalah peringatan bagi diri sendiri untuk kian menjaga perilaku dan sifatnya baik kepada Allah, sesama manusia, dan juga alam sekitar.
Sangat disesalkan bila ada orang yang kebetulan tak menjadi korban menuding bahwa bencana alam yang menimpa saudara-saudaranya di lokasi tertentu merupakan azab atas dosa-dosanya. Apalagi jika tuduhan itu dikaitkan dengan kepentingan politik tertentu. Sikap yang demikian tak hanya bertentangan dengan prinsip muhâsabatun nafsi (evaluasi diri sendiri, bukan orang lain), tapi juga dapat mendorong mudarat baru karena bisa menyinggung perasaan para korban dan menunjukkan tidak adanya empati kepada korban. Terkait hal ini, Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkâr pernah membolehkan orang yang selamat dari bencana untuk mengucap syukur tapi sembari memberi catatan: harus dengan suara sangat pelan (sirr) agar tidak melukai perasaan mereka yang sedang mengalami penderitaan.
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 23 Februari 2024, Islam Adalah Agama Penuh Kasih Sayang dan Toleransi
Pelajaran kedua adalah rasa syukur dan optimisme. Sikap ini berdasar pada hadits Rasulullah ﷺ:
عن عائِشَةَ قالتْ قالَ رسولُ الله ﷺ لا يُصِيبُ المُؤمِنَ شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا إلاّ رَفَعَهُ الله بِهَا دَرَجَةً وَحَطّ عَنْهُ بها خَطِيئَةً
Artinya: Dari 'Aisyah, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: "Tidaklah seorang mukmin terkena duri atau yang lebih menyakitkan darinya kecuali Allah mengangkatnya satu derajat dan menghapus darinya satu kesalahan." (HR. Tirmidzi)
Dalam konteks ini, bersyukur bagi para korban adalah ridha atas bencana yang menimpanya dan menilai penderitaan saat ini adalah cara Allah melebur dosa-dosanya dan menaikkan kualitas kepribadiannya. Sebagaimana ujian akhir semester bagi siswa sekolah untuk naik ke semester berikutnya, bencana merupakan ujian bagi para korban untuk bisa mendaki pada derajat yang lebih mulia.
Hadits tersebut merupakan cara Rasulullah memberikan optimisme kepada umatnya agar tidak larut secara terus-menerus dalam kesedihan, banyak mengeluh, apalagi sampai putus asa. Dalam penderitaan, kita mesti husnudh dhan (berprasangka baik) bahwa ada maksud khusus dari Allah untuk meningkatkan mutu diri kita, baik dalam ibadah (menghamba kepada Allah) maupun muamalah (hubungan sosial).
Bagi mereka yang tak terdampak bencana, syukur dalam konteks ini mengacu pada karunia keamanan dari Allah kepada dirinya, sehingga tidak hanya bisa muhâsabah atas peristiwa yang disaksikannya tapi juga bisa beribadah dalam situasi yang lebih nyaman dibanding saudara-saudaranya yang tertimpa musibah. Mereka juga harus belajar dari kesalahan-kesalahan dan optimis menatap perjalanan ke depan.
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 23 Februari 2024, Kriteria-kriteria Pemimpin yang Baik dalam Islam
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Pelajaran ketiga adalah tentang ladang amal ibadah pascabencana. Jika bencana adalah ujian kenaikan derajat, maka kenaikan tersebut hanya terjadi bila yang bersangkutan benar-benar lulus dari ujian. Bencana alam merupakan wasilah bagi para korban yang isinya menuntut manusia untuk sabar, ikhtiar, tawakal, dan semakin mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn, sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan sungguh kepada-Nya kita kembali. Kualitas kepribadian mereka sebagai hamba meningkat manakala “materi ujian” dapat dilalui dengan baik dan benar.
Naskah Khutbah Jumat
khutbah Jumat
Salat Jumat
angin puting beliung di rancaekek
angin puting beliung
Sayyidul Ayyam
Teks Khutbah Jumat
bencana alam
hikmah
Teks Khutbah Jumat 23 Februari 2024, Menjadi Pemimpin Amanah Sesuai Tuntunan Allah dan Rasul-Nya |
![]() |
---|
Naskah Khutbah Jumat 23 Februari 2024, Islam Adalah Agama Penuh Kasih Sayang dan Toleransi |
![]() |
---|
Naskah Khutbah Jumat 23 Februari 2024, Kriteria-kriteria Pemimpin yang Baik dalam Islam |
![]() |
---|
Teks Khutbah Jumat 16 Februari 2024, Islam Adalah Agama Cinta Damai |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.