CPNS 2025
Sistem Baru CPNS 2025 Rentan Kebobolan Soal Tes dan Ladang Joki Sekali Tes Lulus, Mengapa?
Sistem Baru CPNS 2025 Diprediksi Rentan Kebobolan Soal Tes dan Ladang Joki Sekali Tes Lulus, Mengapa?
Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: ferri amiril
TRIBUNPRIANGAN.COM - Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun anggaran 2025, hingga detik ini masih terus dinanti info terbaru mengenai jadwal pasti pembukaanya.
Seleksi yang juga menyasar Peserta Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ini, sesuai rencana pemerintah akan tetap dibuka tahun berjalan 2025 ini.
Info ini bersumber langsung dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), yang mengumumkan tengah berencana menerapkan sistem baru dalam seleksi nasional tahunan tersebut.
Meski buka jadwal seleksi melainkan sistem, namun secara tidak langsung menegaskan jika seleksi tengah dipersiapkan sepanjang tahun 2025 ini.
Adapun hal ini, juga sempat menjadi sangat krusial ditengah masyarakat, terutama para calon peserta.
Baca juga: Tes Setara CPNS, Ini Tahapan Seleksi BPH Tahun 2026 Terima Besar-besaran
Pasalnya, dari sistem tersebut pastinya akan ada imbas dan keungtungan yang didapat dari para peserta entah itu positif atau bahkan negatif, jika telah resmi disetujui pemerintah.
Salah satu yang paling, disoroti adalah proses seleksi yang tidak lagi serempak secara nasional seperti pada tahun-tahun lalu.
Dimana dalam pernyataan resmi yang disampaikan dalam Pembukaan Pelatihan Dasar CPNS dan Orientasi PPPK Kemenag pada 14 Juli 2025 lalu, Kepala BKN 2025 Prof. Zudan Arif menerangkan jika sistem baru tidak akan digelar serentak nasional layaknya pada tahun-tahun sebelumnya, dikarenakan hal ini sangat menelan biaya yang cukup besar.
"Bahkan kami, bapak dan ibu, sedang mendesain sistem tes CPNS itu tidak barengan seperti sekarang. Tahun 2024-2025 ini kita mengetes 6,6 juta orang untuk diterima 1 jita menjadi CPNS. Biayanya 1,1 Triliun untuk mengetes, yang diterima hanya 1 Juta. Jadi mahal sekali ongkosnya", ungkap Zudan.
Maka dari itu, BKN saat ini tengah mengkaji sistem baru yang memungkinkan peserta CPNS 2025/2026 dapat mengikuti ujian kapan saja.
Baca juga: Kabar Terbaru dari MenPANRB Soal Pengumuman Seleksi CPNS 2025
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sistem baru ini kemungkinan hasil tes bisa berlaku selama dua tahun.
Untuk hasil tes yang diterima oleh peserta dapat dipakai selama 2 tahun, seperti tes TOEFL.
Tak hanya itu, Kepala BKN, Prof. Zudan Arif juga menyampaikan bahwa peserta yang belum memenuhi passing grade pada bagian tertentu, Tes Karakteristik Pribadi (TKP), Tes Intelegensia Umum (TIU) dan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dapat mengulang pada bagian yang tidak lulus.
Peserta tes ujian CPNS tidak perlu lagi mengulang untuk semua subtes, cukup bagian yang belum memenuhi passing grade saja.
Untuk ujian tes tetap menggunakan sistem CAT (Computer Assisted Test) di waktu yang berbeda beda sesuai kebutuhan peserta.
Baca juga: Seleksi CPNS 2025 Kapan Akan Dibuka? Ini Jawaban Terbaru dari Menteri PANRB
Selain itu, model baru ini hadir sebagai jawaban atas keluhan peserta selama ini, terutama soal waktu ujian yang kaku. Dengan sistem adaptif, seleksi CPNS dan PPPK jadi lebih adil dan ramah peserta, khususnya bagi mereka yang butuh fleksibilitas.
Dengan demikian, meski detail teknis dan jadwal pelaksanaannya belum diumumkan, BKN meminta masyarakat tetap update lewat kanal resmi.
Selain keuntungan dibeberapa sisi, sistem beru ini juga tak luput dari kerugian yang akan dihadapi peserta.
Lantas apa saja kerugian yang harus dihadapi peserta, yang juga bisa saja merugikan negara jika tak ada pengawasan ketat dari Pemerintah?
Berikut beberapa kerugian utama yang bisa timbul jika sistem baru CPNS 2025 tidak dilaksanakan secara serentak nasional:
Baca juga: Sistem Baru Seleksi CPNS Bakal Berisiko Besar Soal Kecurangan Serta Ladang Joki? Ini Alasannya
Potensi Ketimpangan dan Ketidakadilan
Jika dijalankan, Sistem baru CPNS 2025 ini bisa saja menciptakan kesenjangan kompetitif yang tidak adil antar wilayah.
Pasalnya, peserta dari daerah yang ujian lebih awal bisa jadi dirugikan karena belum ada referensi soal atau strategi belajar dari peserta lain.
Sebaliknya, peserta yang ujian belakangan bisa mendapat keuntungan dari bocoran soal atau pengalaman peserta sebelumnya, sebab perbedaan waktu persiapan antar daerah bisa menciptakan kesenjangan kompetitif.
Selain itu, berbeda antara instansi pusat dan daerah, bisa menimbulkan persepsi diskriminasi atau ketimpangan sistem, serta menyebabkan variasi tingkat kesulitan soal dan standar penilaian.
Ini dikarenakan sulitnya memastikan bahwa semua peserta dinilai secara adil dan setara.
Risiko Kebocoran Soal dan Kecurangan
Ujian yang tidak serentak membuka peluang lebih besar terhadap praktik joki, kebocoran soal, atau manipulasi hasil.
Pasalnya, pengawasan yang tidak terpusat bisa menyulitkan kontrol kualitas dan keamanan pelaksanaan tes.
Hal ini juga bisa memicu adanya potensi munculnya oknum yang menjual bocoran soal palsu meningkat, apalagi jika pengawasan tidak terpusat.
Sebab, soal yang sama bisa muncul di sesi berbeda jika tidak ada sistem acak yang kuat, memicu ketidakadilan
Selain itu, modus kecurangan teknologi juga tak dapat dihindari,
seperti penggunaan kamera tersembunyi di behel gigi, kancing baju, atau sepatu untuk merekam soal saat ujian
Kerumitan Logistik dan Koordinasi
Setiap daerah harus mengatur jadwal, infrastruktur, dan anggaran sendiri, yang bisa menimbulkan ketidakteraturan dan kesulitan teknis.
Pasalnya, koordinasi antar instansi pusat dan daerah menjadi lebih kompleks dan rentan terhadap miskomunikasi.
Selain itu, instansi pusat dan daerah bisa saja memiliki prosedur berbeda, yang memicu persepsi ketimpangan atau diskriminas
Penurunan Semangat dan Motivasi Peserta
Tanpa tekanan jadwal serentak, sebagian peserta bisa menunda persiapan atau merasa kurang termotivasi dikarenakan bingung dan cemas.
Selain itu, ketidakjelasan waktu pelaksanaan juga dapat menurunkan fokus dan semangat belajar.
Pasalnya, tanpa tekanan jadwal serentak, sebagian peserta cenderung menunda persiapan.
Rasa kompetisi yang biasanya memacu semangat bisa berkurang karena tidak ada momentum nasional.
Dimana peserta yang ujian lebih awal bisa merasa tertekan karena belum ada referensi atau dukungan dari sesama peserta.
Sebaliknya, peserta yang ujian belakangan bisa merasa terlalu santai atau justru stres karena menunggu terlalu lama.
Validitas dan Konsistensi Penilaian
Tes yang dilakukan di waktu berbeda bisa memunculkan perbedaan tingkat kesulitan soal.
Sulit memastikan bahwa semua peserta dinilai dengan standar yang sama jika pelaksanaan tidak seragam.
Pasalnya, validitas konten bisa terganggu jika soal yang digunakan tidak setara antar sesi ujian.
Sebab, soal yang bocor atau diulang tanpa modifikasi dapat mengukur hafalan, bukan kompetensi.
Selain itu, perbedaan tingkat kesulitan antar sesi bisa membuat hasil tes tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya peserta.
Adapun, perbedaan waktu dan kondisi ujian bisa menimbulkan bias sistemik, di mana peserta dari daerah tertentu lebih diuntungkan atau dirugikan.
Penilaian yang tidak konsisten bisa memicu gugatan atau protes dari peserta yang merasa dirugikan.
Dengan demikian jika sistem ini benar-benar diterapkan, akan menarik melihat bagaimana pemerintah menjamin keadilan dan transparansi dalam proses seleksi.
(*)
Baca artikel TribunPriangan.com lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.