Naskah Khutbah Jumat
10 Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025 Terbaru, Tentang Menata Hidup dan Persiapan Kematian
Berikut ini terdapat 10 Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025 Terbaru, Tentang Menata Hidup dan Persiapan Kematian
Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: Dedy Herdiana
TRIBUNPRIANGAN.COM - Salah satu rukun pada hari Jumat adalah penyamapaian Khutbah oleh sang khatib.
Islam menganjurkan supaya khutbah tidak disampaikan terlalu panjang agar jemaah tidak bosan.
Sekadar informasi, ajuran untuk menyampaikan khutbah secara singkat terdapat di dalam sebuah hadits riwayat Muslim dan Ahmad berikut ini.
عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ قَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ طُولَ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلاَةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ وَإِنَّ مِنْ الْبَيَانِ سِحْرًا (رواه مسلم وأحمد)
Artinya: "Dari Ammar Ibn Yasir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesunggunguhnya panjangnya sholat dan pendeknya khutbah seorang khatib adalah tanda kepahaman seseorang tentang agama. Oleh karena itu panjangkanlah sholat dan persingkatlah khutbah; sesungguhnya dalam penjelasan singkat ada daya tarik." (HR Muslim dan Ahmad)
Ada berbagai jenis topik khutbah Jumat, namun kali ini TribunPriangan.com ingin mengulas 10 Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025 Terbaru, Tentang Menata Hidup dan Persiapan Kematian.
Baca juga: 5 Naskah Khutbah Jumat 20 Juni 2025, Penuh Makna Kehidupan
Menata Hidup
1. Berlepas Diri dari Kehidupan yang Melalaikan dan Membuat Rugi
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيِّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ . وَقَال: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah
Marilah kita senantiasa untuk selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dan janganlah sekali-kali kita meninggalkan Dunia ini kecuali dalam keadaan Islam dan khusnul khotimah. Amin.
Waktu adalah kehidupan. Jika sebagian waktu kita hilang secara percuma maka hilang pula sebagian usia kita.
Menyia-nyiakan waktu itu lebih berbahaya dari pada sebuah kematian, karena memutus hubungan kita dengan Allah dan Akhirat.
Sedangkan kematian hanya memutus dari kehidupan Dunia dan sanak keluarga. Allah Swt telah berfirman :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْ إِلَّا وأَنْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ )3)
Artinya :” Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.”
”Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”. (QS. al-Ashr).
Jamaah yang berbahagia
Waktu menjadi bermakna bila didasari dengan iman yang kokoh. Ditindak lanjuti dengan aneka kesalehan, diperindah dan dikembangkan dengan nasihat dan menasehi tentang kebenaran dan kesabaran.
Waktu sangat berharga dalam kehidupan kita, waktu tidak dapat berputar kembali, waktu akan berputar sesuai porosnya.
Maka kita harus cerdas membagi dan menghormatinya. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya demi mengasilkan dan kemanfaatan bagi kehidupan kita.
Agar terhindar dari kerugian, kita harus mengisi waktu dengan empat hal sebagaimana yang telah diabadikan Allah pada surat al-‘Ashr.
Pertama, iman yang benar. Artinya iman yang benar mejadi faktor untuk mewujudkan kehidupan yang baik. Allah Swt. telah berfirman :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Arinya :’’ Barang siapa yang mengerjakan amal saleh —baik laki-laki maupun perempuan— dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”
“Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.” ( q. S. An-Nahl : 97 ).
Ayat ini mengandung pelajaran bahwa sebenarnya kebahagian itu tidak perlu kita cari dengan keliling dunia.
Menghabiskan biaya, waktu, dan energi yang banyak, tapi penting kita yakini, karena keyakinan melebihi ilmu pengetahuan bahwa kebahagiaan adalah produk dari hidup yang baik.
Hidup menjadi baik, bermakna, dan berkah manakala kita mengikuti petunjuk Allah dan petunjuk Rasulullah Saw.
Kedua, amal soleh yang didasari oleh iman. Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam surat al-‘Ashr bisa mencegah manusia dari kerugian, bahkan di akhirat menjadi bekal untuk berjumpa dengan Allah. Hal ini bisa kita temukan dalam al-qur’anul Karim :
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya : “Katakanlah, “Sesungguhnya Aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa.”
“Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.”( Q.S. al-Kahfi : 110 ).
Ketiga, saling menasehati dalam kebenaran. Manusia dilengkapi oleh Allah dengan insting dan perasaan.
Karena itu seseoarng mudah terpengaruh oleh segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Bereaksi terhadap sesuatu apa yang dilihat dan didengar dapat menyebabkan lupa akan sebuah kebenaran yang hakiki.
Maka sangatlah penting untuk saling menasehati agar tetap dalam koridor kebenaran. Oleh karena itu ada pesan khusus dari Allah Swt dalam al-Qur’anul Karim:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Artinya :” Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” ( Q.S. at-Taubat : 119 ).
Keempat, saling Menasehati dalam kesabaran. Dalam menjalani kehidupan, manusia berhadapan dengan godaan dan tantangan.
Maka diperlukan kesabaran agar manusia tidak mengalami kerugian. Allah berfirman dalam al-Qur’anul Karim :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Artinya : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” ( Q.S. al-Baqarah : 155 ).
Demikian khutbah pada kesempatan ini, semoga kita semua bisa mengamalkan isi khutbah ini dan bisa menghantarkan untuk meraih kehidupan yang barokah serta mendapatkan predikat min Ahlil Jannah di Akhirat kelak. Amin.
بارَكَ اللهُ لِي ولَكُمْ فِي الْقُرْءانِ الْعَظِيمِ ونَفَعَنِي وإِيَّاكُمْ مِنَ الْآياتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ أَقُلُ قَوْلِي هذا وَأَسْتَغفِرُ اللهَ لِيْ ولَكُمْ ولِجَمِيعِ الْمٌسلِمِين فاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّه تعالى جَوادٌ كَرِيمٌ مَلِكُ بَرٌّ رَءُوْفٌ رَحِيمٌ.
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Baca juga: Naskah Singkat Khutbah Jumat 11 Juli 2025/ 16 Muharram: Evaluasi Masa Lalu, Siapkan Masa Depan
2. Menembus Pintu Rahmat Allah
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيِّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ . وَقَال: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Rahmat Allah adalah anugerah terbesar yang tidak dapat diukur oleh pikiran manusia. Dalam Al-Qur'an, rahmat Allah disebutkan sebagai sumber kebahagiaan abadi bagi orang-orang yang beriman. Salah satu contohnya adalah firman Allah dalam QS. Ali Imran: 107:
وَاَمَّا الَّذِيْنَ ابْيَضَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَفِيْ رَحْمَةِ اللّٰهِ ۗ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Artinya, "Adapun orang-orang yang berwajah putih berseri, mereka berada dalam rahmat Allah (di surga). Mereka kekal di dalamnya."
Ayat ini memberikan gambaran yang sangat indah. Wajah ahli surga bersinar putih berseri-seri karena mereka berada dalam rahmat Allah. Rahmat ini membawa mereka kepada kebahagiaan abadi. Namun, bagaimana cara mendapatkan rahmat tersebut? Jawabannya adalah dengan ketakwaan, keimanan, dan amal saleh yang dilakukan dengan ikhlas.
Allah juga menegaskan dalam QS. Al-Baqarah: 218:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat ini menunjukkan bahwa rahmat Allah adalah sesuatu yang diharapkan oleh orang-orang yang beriman. Namun, harapan ini tidak cukup hanya dengan doa. Harapan ini harus diwujudkan melalui keimanan yang kokoh, hijrah untuk meninggalkan keburukan, dan perjuangan di jalan Allah. Dalam tafsirnya, para ulama menjelaskan bahwa orang-orang yang disebut dalam ayat ini adalah mereka yang telah berkorban demi agama Allah baik dengan harta, tenaga, maupun jiwa mereka.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Sebesar apapun amal kebaikan kita, itu semua tidak akan cukup untuk memasukkan kita ke dalam surga tanpa rahmat Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ
Artinya, "Tidak ada amalan seorang pun di antara kalian yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelamatkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah."
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim ini menjadi pengingat bagi kita bahwa surga terlalu agung untuk dicapai dengan amal kita semata. Amal kita adalah bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi rahmat Allahlah yang menjadi faktor utama yang menentukan keselamatan kita. Bahkan Rasulullah, manusia paling mulia, menyatakan bahwa beliau pun membutuhkan rahmat Allah.
Yang kemudian dengan rahmat itu juga lah Kanjeng Nabi mampu memberikan syafaat 'uzhma kepada umatnya atas izin Allah. Ulama menjelaskan bahwa amal ibadah manusia, meskipun sangat banyak, tidak dapat menyamai nikmat Allah yang telah diberikan, seperti nikmat kehidupan, kesehatan, dan udara yang kita hirup setiap hari. Oleh karena itu, kita harus memohon rahmat Allah dalam setiap doa dan langkah kita.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Rahmat Allah tidak selalu datang dari amal besar. Bahkan amal kecil yang dilakukan dengan tulus dapat menjadi sebab turunnya rahmat Allah SWT. Allah tidak melihat besarnya amal, tetapi melihat keikhlasan hati dalam melakukannya.
Ada sebuah kisah masyhur tentang Imam Al-Ghazali. Ketika beliau wafat, dalam mimpinya, ia ditanya tentang amal yang membuatnya mendapatkan rahmat Allah. Imam Al-Ghazali menjawab bahwa amal besar yang ia lakukan, seperti ibadah bertahun-tahun dan menulis ratusan kitab, itu semua tidak diterima. Namun, Allah justru menerima satu amal kecilnya, yaitu ketika ia membiarkan seekor lalat meminum tinta di ujung penanya. Allah berfirman,
"Karena belas kasihanmu kepada lalat itu, Aku memasukkanmu ke dalam surga." Kisah ini mengajarkan kita bahwa rahmat Allah bisa datang melalui amal kecil yang dilakukan dengan penuh keikhlasan. Jangan pernah meremehkan amal sekecil apapun, karena kita tidak tahu amal mana yang akan menjadi sebab keselamatan kita di dunia maupun di akhirat kelak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِى يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنَ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا
Artinya, "Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang sangat panas. Anjing itu menjulurkan lidahnya karena kehausan. Lalu wanita itu menimba air dengan sepatunya dan memberi minum kepada anjing itu. Maka Allah mengampuninya karena amalannya tersebut." (HR. Muslim)
Hadits ini menggambarkan betapa luasnya rahmat Allah. Bahkan seorang wanita pezina yang memiliki dosa besar bisa mendapatkan ampunan Allah karena amal kecilnya berupa memberi minum kepada seekor anjing. Ini adalah bukti bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua makhluk-Nya.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Rahmat Allah juga bisa hadir dalam setiap profesi dan aktivitas kita, selama kita melakukannya dengan niat yang tulus. Seorang petani, nelayan, guru, atau bahkan seorang penyapu jalan yang berusaha membuat jalanan terlihat bersih dan indah dapat menjadi sebab turunnya rahmat Allah jika pekerjaan mereka dilakukan dengan ikhlas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya, "Sesungguhnya semua amalan tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan." Maka, luruskanlah niat dalam setiap aktivitas kita. Janganlah kita merasa sombong atas amal ibadah yang telah kita lakukan, karena semua itu hanya bernilai jika Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Allah berfirman dalam QS. Al-A’raf: 156:
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
Artinya, "Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu." Allah SWT menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa rahmat dan kasih sayang-Nya meliputi segala sesuatu, baik makhluk hidup maupun benda mati. Tidak ada yang terlepas dari rahmat-Nya.
Rahmat Allah tidak memandang apakah kita beriman atau tidak, baik atau buruk. Allah mendahulukan sifat rahmat-Nya atas murka-Nya. Ini menunjukkan bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Allah tidak pernah bosan memberi ampun kepada hamba-Nya yang bermaksiat. Bahkan ketika kita berulang kali bersalah dan berulang kali bertaubat, Allah tetap menerima taubat kita. Allah tidak akan pernah bosan, sampai kita yang bosan bertaubat. Mari kita senantiasa memohon rahmat-Nya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua.
Amin ya rabbal 'alamin.
اِرْحَمْنَا يَا اللهُ لِأَنَّ رَحْمَتَكَ أَرْجَى لَنَا مِنْ جَمِيْعِ أَعْمَالِنَا، وَاِغْفِرْ لَنَا يَا اللهُ لِأَنَّ مَغْفِرَتَكَ أَوْسَعُ مِنْ ذُنُوْبِنَا أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Baca juga: Naskah Singkat Khutbah Jumat 11 Juli 2025/16 Muharram: Tanda-Tanda Orang Bertakwa
3. Memahami Qadha, Qadar, dan Tanggung Jawab Hamba di Hadapan Allah
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيِّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ . وَقَال: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik ataupun buruk menurut ukuran kita, semuanya adalah atas kehendak dan kekuasaan Allah swt.
Dalam surah As-Shaffat ayat 96, Allah SWT berfirman:
وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Artinya, "Dan Allahlah yang menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat."
Ayat ini menegaskan bahwa seluruh perbuatan manusia pada hakikatnya terjadi dengan iradah (kehendak) dan qudrah (kekuasaan) Allah swt. Namun, muncul pertanyaan: Jika segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, apakah manusia ini terpaksa (majbur) dalam semua perbuatannya? Dan jika benar demikian, mengapa Allah meminta pertanggungjawaban atas amal perbuatan kita?
Jawabannya, jamaah sekalian, bahwa manusia tidak sepenuhnya terpaksa atas apa yang ia lakukan. Allah memberikan kepada manusia sesuatu yang disebut iradat juz’iyyah atau kehendak lokal. Dengan kehendak ini, manusia mampu memilih dan memalingkan dirinya kepada kebaikan atau keburukan.
Selain itu, manusia juga dianugerahi akal yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Apabila seseorang memilih kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala atas usahanya. Sebaliknya, apabila ia memilih keburukan, maka ia akan mendapatkan balasan atas kejahatannya.
Artinya, manusia tetap bertanggung jawab atas pilihannya, meskipun semuanya terjadi dalam lingkup kehendak Allah swt.
Namun, ada pertanyaan lain yang sering muncul: Jika Allah menciptakan manusia yang baik dan menghadiahinya surga, sementara ada manusia yang diciptakan buruk lalu disiksa di neraka, apakah itu berarti Allah tidak adil? Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah. Ketahuilah bahwa kita semua adalah milik Allah. Allah berhak melakukan apa pun terhadap makhluk-Nya sesuai kehendak-Nya.
Sebagai contoh, jika kita memiliki dua ekor ayam, lalu kita memutuskan untuk menyembelih satu dan memelihara yang lain, apakah ada yang bisa menuduh kita tidak adil? Tidak, karena keduanya adalah milik kita. Namun, meskipun kita memiliki kebebasan terhadap ayam tersebut, kita tetap terikat dengan aturan agama dan aturan umum.
Kita tidak boleh menyiksa ayam tersebut secara semena-mena, karena itu melanggar norma umum juga perintah Allah. Berbeda dengan manusia, Allah tidak terikat oleh hukum atau aturan apa pun. Allah adalah sang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Segala perbuatan-Nya pasti mengandung hikmah, meskipun terkadang hikmah tersebut tidak bisa dijangkau oleh akal manusia.
Dalam surah Yunus ayat 44, Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Artinya, "Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri."
Maka, takdir Allah adalah mutlak dan tidak bisa disebut zalim. Semua perbuatan Allah selalu berada pada tempatnya dan penuh hikmah. Oleh karena itu, kewajiban kita sebagai hamba adalah mengimani dan menerima dengan lapang dada setiap ketetapan-Nya.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita sering bertanya: Jika segala sesuatu sudah ditakdirkan oleh Allah, mengapa kita masih harus berdoa? Bukankah takdir itu tidak bisa diubah? Ketahuilah bahwa termasuk dalam ketetapan Allah adalah tertolaknya bala' dengan doa. Sebagaimana disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab al-Adzkar, doa adalah sebab yang Allah tetapkan untuk menolak keburukan dan mendatangkan rahmat.
Sebagaimana perisai menjadi sebab tertolaknya senjata dan air menjadi sebab tumbuhnya tanaman, demikian pula doa adalah sarana penting yang Allah sediakan untuk kebaikan hidup kita. Maka, jangan pernah kita meremehkan kekuatan doa, karena ia tidak hanya menjadi bentuk ibadah tetapi juga cara yang Allah tetapkan untuk melindungi hamba-Nya dari berbagai musibah dan ujian.
Namun, jamaah sekalian, keyakinan kepada takdir tidak berarti kita meninggalkan usaha dan doa. Allah memerintahkan kita untuk berikhtiar, sebagaimana Allah juga memerintahkan kaum Muslimin untuk mempersiapkan diri menghadapi musuh dengan senjata (QS. An-Nisa: 102).
وَلْيَأْخُذُوْا حِذْرَهُمْ وَاَسْلِحَتَهُمْۗ
Artinya, "... dan hendaklah mereka bersiap siaga dengan menyandang senjatanya."
Ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya menakdirkan hasil, tetapi juga sebab-sebabnya. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berdoa kepada Allah sambil terus berusaha dengan sungguh-sungguh. Doa adalah bentuk kepasrahan kita kepada Allah, sementara usaha adalah ketaatan kita dalam menjalankan segala perintah-Nya. Jadi, jamaah sekalian, doa adalah bagian dari takdir Allah. Kita tidak boleh lelah untuk terus berdoa, karena doa adalah bentuk penghambaan kita kepada Allah swt.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Hal yang juga perlu kita lakukan sebagai adab dalam menyikapi takdir adalah dengan menyandarkan segala kebaikan kepada Allah dan menyandarkan keburukan kepada diri kita sendiri. Sebagai contoh, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam surah Asy-Syu’ara ayat 78-80 mengatakan:
الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ . وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ . وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
Artinya, "Dialah Allah yang menciptakan aku, lalu Dia memberiku petunjuk. Dan Dialah yang memberi aku makan dan minum. Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku."
Perhatikan bagaimana Nabi Ibrahim menyandarkan petunjuk, makanan, minuman, dan kesembuhan kepada Allah. Namun, ketika berbicara tentang penyakit, beliau menyandarkannya kepada dirinya sendiri. Inilah adab yang harus kita teladani. Hal ini juga sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 79:
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Artinya, "Apa-apa yang mengenai dirimu dari kebaikan, maka itu dari Allah. Dan apa-apa yang mengenai dirimu dari keburukan, maka itu dari dirimu sendiri."
Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri, bertawakal kepada Allah, dan berdoa agar selalu diberikan kebaikan di dunia dan akhirat. Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang diridhai oleh Allah swt.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 11 Juli 2025/16 Muharram: Pentingnya Menjaga Shalat Lima Waktu
4. Berhati-hatilah dalam Memilih Rujukan Agama
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيِّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ . وَقَال: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Menjadi keniscayaan bagi kita untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur kepada Allah swt yang telah menganugerahkan kehidupan di dunia dengan segala fasilitas yang bisa kita nikmati. Shalawat dan salam kita abadikan kepada Nabi Muhammad saw yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam yang ilmiyah. Semoga kita menjadi umatnya yang patuh pada sabda-sabdanya dan kelak mendapatkan syafa'at uzhma-nya. Amin ya rabbal ‘alamin.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Di era digital ini banyak orang yang diulamakan oleh penikmat media sosial. Dia bukan ahli di bidang agama tapi diidolakan dan diagung-agungkan bahkan menjadi rujukan utama dalam segala tindakan dan perbuatan, tidak terkecuali dalam beramaliyah sehari-hari.
Legitimasi dan pengakuan terhadapnya seringkali melebihi pengakuan terhadap ulama besar dan gurunya sendiri yang sudah lama memberi bimbingan, pembelajaran bahkan keteladanan, sehingga ketika terjadi perbedaan pandangan, maka dialah yang menjadi pilihannya.
Karenanya, dirasa sangat penting dipahami bersama bahwa ulama Ahlussunah wal Jama’ah sudah menentukan barometer siapa saja yang dapat diambil ilmunya dan dijadikan rujukan dalam beramal.
Dalam kitab Risalah Ahlussunah wal Jama’ah karya Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dijelaskan bahwa tidak diperbolehkan mengambil ilmu dari orang yang tidak diketahui dari mana dia belajar. Beliau mengutip pandangan imam Malik:
لا تَحْمِلِ الْعِلْمَ مِنْ اَهْلِ الْبِدَعِ وَلا تَحْمِلْهُ عَمَّنْ لَا يُعْرَفُ بِالطَّلَبِ
Artinya: “Janganlah kamu membawa ilmu dari orang yang ahli bidah, dan jangan pula membawa ilmu dari orang yang tidak dikenal kepada siapa dia mempelajarinya”.
Maka, kenali dulu di pesantren atau institusi pendidikan mana dia belajar, seperti apa profil lembaga pendidikannya dan siapa gurunya. Perlu diidentifikasi dari tiga sisi, yaitu seperti apa corak pemikirannya, bagaimana amaliyahnya dan bagaimana pula bentuk gerakannya.
Jangan hanya karena kenal melalui media sosial lantas kita proklamirkan sebagai orang yang ahli agama. Jangan karena petuahnya masuk akal lalu kita jadikan pedoman dalam memutuskan problematika hukum.
Kita sadari kembali bahwa ilmu bisa diperoleh dengan proses pembelajaran, bukan bawaan dari lahir, bukan pula hadiah dari garis keturunan. Sehingga apa yang disampaikan melalui kajian yang mendalam dari beberapa referensi yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan asal mengutip yang tidak dipahami makna yang sebenarnya.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Ciri berikutnya orang yang dapat dijadikan rujukan adalah mereka yang betul-betul ahli dalam ilmu agama. Mampu memahami Al-Qur’an dan hadits dengan baik, begitu juga perangkat-perangkat keilmuan lainnya yang menunjang pemahaman terhadap Al-Quran dan Sunnah. Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah pernah berpesan:
فَلا تَرْوُوْهُ اِلَّا عَمَّنْ تَحَقَّقَتْ أَهْلِيَّتُهُ
Artinya: “Maka, jangan kamu meriwayatkan suatu ilmu kecuali dari orang yang benar-benar ahli dalam bidang tersebut”.
Tidak boleh sembarang orang dijadikan rujukan untuk kasus-kasus krusial yang membutuhkan pemahaman yang mendalam. Tidak boleh setiap orang diberi panggung untuk memutuskan perkara yang sangat penting, terutama bagi umat Islam. Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin juga menegaskan:
وَإِنْ كَانَ مِنْ دَقَائِقِ الْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ وَمِمَّا يَتَعَلَّقُ بِالِاجْتِهَادِ لَمْ يَكُنْ لِلْعَوَامِ الْاِبْتِدَاءُ بِإِنْكَارِهِ بَلْ ذَلِكَ لِلْعُلَمَاءِ
Artinya: “Kalau merupakan perkataan dan tindakan yang detail dan hal-hal yang berhubungan dengan ijtihad, maka orang awam tidak boleh memulai dalam melakukan pengingkaran, melainkan aktivitas tersebut harus dilakukan oleh para ulama.”
Tentu saja berkaitan dengan penjelasan yang khatib sebutkan, seseorang yang disebut sebagai ulama adalah yang dinilai telah mumpuni dalam keilmuannya oleh para ulama lainnya, bukan mereka yang dianggap ulama oleh netizen di media sosial secara sembarangan, bukan pula mereka yang mengatasnamakan dirinya sebagai ulama secara serampangan.
Jamaah sekalian, dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat ke 36, Allah swt berfirman:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan sesuatu yang tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya kelak.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Ciri lain orang yang dapat dijadikan rujukan ilmunya adalah mereka yang dapat dipercaya ucapan dan tindakannya. Bukan orang yang berani membohongi umat untuk kepentingan pribadi dan golongan. Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah menegaskan:
وَلا عَمَّنْ يَكْذِبُ فِيْ حَدِيْثِ النَّاسِ وَإنْ كَانَ لا يَكْذِبُ فِيْ حَدِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: “Dan jangan mengambil ilmu dari seseorang yang melakukan kebohongan di muka umum, walaupun dia tidak berbohong jika sedang berbicara tentang hadits Nabi Muhammad saw”.
Maka, Jangan hanya menilai seseorang dari ilmunya saja, tetapi juga dari amal perbuatannya.
Ilmu yang disertai dengan keikhlasan dan kejujuran memiliki kekuatan besar untuk menyentuh hati seseorang yang mendengarnya, dan tentu saja membawa keberkahan bagi umat. Hal ini jauh lebih berharga daripada segudang ilmu tanpa kejujuran dan pengamalan. Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith dalam Al-Manhajus Sawi mengatakan:
كَلَامُ أهْلِ الإخْلاصِ وَالصِّدْقِ نُوْرٌ وَبَرَكَةٌ وَاِنْ كَانَ غَيْرَ فَصِيْحٍ
Artinya: “Perkataan orang-orang yang ikhlas dan jujur adalah cahaya dan keberkahan, meskipun tidak diungkapkan dengan fasih.”
Karena itu, mari berhati-hati memilih rujukan dan pedoman dalam merespons persoalan agama. Tidak semua orang yang memiliki kemampuan menyampaikan materi dinyatakan sesuai dengan ketentuan Islam. Justru kadang dialah yang menyesatkan dan memprovokasi umat.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Baca juga: Naskah Singkat Khutbah Jumat 11 Juli 2025/ 16 Muharram: Evaluasi Masa Lalu, Siapkan Masa Depan
5.Bahaya Sifat Munafik
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَام، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ, اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ, وَاشْكُرُوْهُ عَلَى مَا هَدَاكُمْ لِلإِسْلاَمِ، وَأَوْلاَكُمْ مِنَ الْفَضْلِ وَالإِنْعَامِ، وَجَعَلَكُمْ مِنْ أُمَّةِ ذَوِى اْلأَرْحَامِ. قَالَ تَعَالَى : وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُۥ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَيُشْهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِى قَلْبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلْخِصَامِ
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, sumber keteladanan dan manusia paling mulia di muka bumi ini.
Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, marilah kita bersama-sama merenungkan dan berusaha menjauhi sifat yang sangat tercela, yaitu sifat munafik. Sifat ini adalah salah satu yang sangat dilarang dalam Islam. Mengenai sifat ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 8-10:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُۥ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَيُشْهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِى قَلْبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلْخِصَامِ
Artinya: "Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir', padahal mereka sesungguhnya tidak beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri, dan mereka tidak sadar." Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah SWT, dalam ayat ini Allah ta’ala membahas tentang orang-orang Mukmin sejati, kemudian orang-orang kafir sejati, dan akhirnya menyentuh kelompok ketiga yang berbeda dari kedua kelompok sebelumnya.
Kelompok ini, meskipun secara lahiriah tampak seperti orang beriman, namun secara batiniah mereka menyamai orang kafir. Mereka adalah orang-orang munafik, yang termasuk penghuni neraka paling bawah.
Sifat munafik adalah ancaman serius bagi kehidupan umat Islam, baik dalam hubungan kita dengan Allah SWT maupun sesama manusia. Seorang munafik menampakkan keimanan di luar, namun menyembunyikan kekufuran atau ketidakikhlasan di dalam hati. Mereka sering berbohong, mengingkari janji, dan tidak konsisten dalam tindakan. Hal ini terjadi pada masa Hijrahnya Rasulullah SAW. Dalam kitab Rahiqul Makhtum, Safiur Rahman Mubarakfuri menyebutkan tantangan yang dihadapi kaum Muslimin di Madinah adalah kaum munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay.
Mereka enggan berperang bersama Rasulullah, merusak persaudaraan, dan menyebar fitnah di Madinah. Dalam Perang Uhud, setelah kemenangan awal di Perang Badar, sebagian orang munafik merasa takut dan kecewa ketika musuh kembali menyerang. Mereka berpura-pura setia kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi hati mereka tidak sepenuhnya beriman. Mereka menyebarkan keraguan di kalangan kaum Muslimin dan berusaha menghindari peperangan. Begitu pula dalam Perjanjian Hudaibiyah antara Nabi Muhammad SAW dan orang Quraisy, beberapa orang munafik berusaha menghasut umat Islam dan merusak perjanjian tersebut.
Mereka menunjukkan kesetiaan di luar, tetapi hatinya penuh kebencian dan pengkhianatan terhadap Islam. Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT, Rasulullah SAW telah mengajarkan kita tentang ciri-ciri orang munafik yang perlu kita waspadai, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits berikut:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya: "Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia khianat."
Hadits ini bekaitan dengan keimanan seseorang, Imam Al-Kirmani dalam kitab Fathul Bari, dalam bab 'alamatul munafiq, halaman 111 menjelaskan:
أَنَّ النِّفَاقَ عَلَامَةُ عَدَمِ الْإِيمَانِ
Artinya, "Sifat Munafik itu adalah tanda dari tidak adanya iman." Jamaah yang dirahmati Allah Sifat munafik adalah ancaman serius bagi kita semua. Orang munafik sering mengingkari janji, baik kecil maupun besar, dan tidak menjaga kepercayaan yang diberikan kepada mereka. Mereka beribadah dan beramal hanya untuk dilihat orang, bukan karena Allah semata. Allah SWT memberikan peringatan keras tentang sifat ini dalam Surat An-Nisa' ayat 145, di mana Allah menyebutkan bahwa orang-orang munafik akan mendapatkan tempat paling rendah di neraka. Ini adalah ancaman yang sangat serius. Allah SWT berfirman:
اِنَّ الۡمُنٰفِقِيۡنَ فِى الدَّرۡكِ الۡاَسۡفَلِ مِنَ النَّارِ ۚ وَلَنۡ تَجِدَ لَهُمۡ نَصِيۡرًا ۙ
Artinya: "Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka." Ayat ini menunjukkan betapa rendahnya kedudukan orang munafik di neraka. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa menjaga hati agar terhindar dari sifat munafik. Salah satu cara menghindarinya adalah dengan selalu ikhlas dalam beribadah, jujur dalam setiap perkataan, dan menepati janji. Kita harus berusaha menjaga konsistensi dalam amal dan perilaku, baik di hadapan Allah maupun sesama manusia. Kita semua harus berusaha menumbuhkan keimanan yang tulus dalam hati dan menjauhi segala bentuk kemunafikan. Semoga kita termasuk orang-orang yang ikhlas dalam beribadah dan konsisten dalam menjalankan amanah.
Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah SWT, momentum Ramadan adalah kesempatan berharga untuk memperbaiki diri. Kita berharap agar Allah selalu memberikan ampunan, kekuatan, dan petunjuk kepada kita. Semoga kita menjadi pribadi yang menjaga niat dan amalan hanya untuk Allah semata. Akhir kalam, marilah kita berdoa kepada Allah SWT agar dijauhkan dari sifat munafik. Senantiasa memperbaiki iman, mengikhlaskan niat dalam setiap amalan, dan berusaha jujur dalam setiap perkataan dan tindakan.
Jangan biarkan kemunafikan merusak hubungan kita dengan Allah dan sesama umat Islam. Semoga kita dapat menjalani Ramadan tahun ini dengan penuh keikhlasan, menghindari sifat munafik, dan meraih keberkahan yang Allah janjikan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 11 Juli 2025: Bahaya Perselingkuhan dalam Rumah Tangga
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 11 Juli 2025/16 Muharram: Ingin Berkah Hidup dan Rezeki, Muliakan Orang Tuamu
Persiapan Kematian
6. Tak Ada yang Bisa Lari dari Sakitnya Kematian
Khutbah I
إِنَّ اْلحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ، وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيِّئاَتِ أَعْمَالِناَ. مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضَلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَا دِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. الَّلهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلىَ نَبِيِّناَ مُحَمَّد وَ عَلىَ اٰلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ فَياَعِبَادَ اللهِ. أُصِيْكُمْ وَإَيّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Kaum Muslimiin jam’ah Jum’at yang kami hormati…
Marilah hati dan pikiran kita, kembali kita tujukan kepada Allah Rabbul ‘alamiin. Kita renungi keagungan dan kebesaran sifat, kekuasaan dan rahmat yang selalu diberikan kepada kita manusia.
Bagi hati yang hidup pasti ia selalu merasa puas dan gembira serta bersyukur atas segala nikmat yang telah dicurahkan kepadanya. Rasa syukur yang dapat menumbuhkan kesadaran, sadar apa yang dikatakan bahwa ini dan itu adalah milik saya yang pada hakekatnya adalah titipan Allah semata-mata.
Bahkan nyawa yang ada pada kita, juga merupakan milik Allah, kita hnya sebagai hak pakai saja. Dengan demikian insya Allah akan timbul dari jiwa kita rasa taqwa kepada Allah, sekaligus memahami bahwa semua makhluk yang berada di alam ini, tanpa kecuali semua akan mengalami kematian.
Kaum Muslimiin jam’ah Jum’at yang kami hormati…
Tidak ada satu makhlukpun Allah ciptakan abadi atau kekal selamanya di dunia ini. Tidak ada pandang bulu, apa dia orang baik, durhaka, kuat, kaya, miskin atau berpangkat, raja, rakyat jelata, semuanya pasti akan mati.
Allah berfirman :
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad); Maka Jikalau kamu mati, Apakah mereka akan kekal? tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.(QS. Al- Anbiyaa: 34-35)
Kaum Muslimiin jam’ah Jum’at yang kami hormati
Ayat diatas Allah telah memberi pemahaman kepada kita bahwa semua manusia pasti akan mati dan sebelum mati manusia pasti akan diuji dengan berbagai ujian. Semua ujian itu merupak suatu membuat kita tidak senang seperti sakit, kemiskinan dan kemajian. Selain itu kita juga diuji dengan kebaikan dan kesenangan, seperti kekayaan, harta yang banyak dan ilmu yang kita miliki.
Maka kita sebagai orang beriman semua hal itu perlu disadari bahwa kehidupan didunia ini adalah sementara, diakhirat kita akan bertemu dengan kehidupan yang sebenarnya lagi kekal dan abadi selamanya.
Manusia tidak akan sampai ke akhirat sebelum melalui kematian. Karena itu kematian merupakan keharusan yang tidak dapat ditolak dengan apapun dan siapaun. Meskipun dia berada ditempat persembunyuin yang atau berada di benteng yang kuat, kematian akan tetap mendatangi.
Dalam surat Yunus ayat 49 Allah berfirman:
Tiap-tiap umat mempunyai ajal. apabila telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).(QS. Yunus : 49)
Dalam surah al-jum’at ayat 8 dibunyikan:
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. Al- al-jum’at : 8)
Dalam surah an-Ni ayat 78 disebutkan :
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh.
Kaum Muslimiin jam’ah Jum’at yang kami hormati
Cukup ayat diatas menjadi dasar pemahaman penyadaran bagi kita. Sering pula kita saksikan bagaimana perjalanan seseorang mnuju kematiannya. Berbagai macam nampak keadaannya. Sedangkan kita yabg hidup tidak mengerti dengan yang dirasakan.
Namun kita sebagai orang yang beriman percaya betapa sakitnya derita orang sedang dicabut nyawanya.
Maka marilah sejenak kita buka kembali sejarah kematian Nabi Idris.
Nabi Idris: Wahai Malaikat Izroil. Lantas apa maksud kedatangan Engkau kemari? Adakah Engkau ingin mencabut nyawaku?
Malaikat Izroil: Tidak Idris. Saya datang memang untuk mengunjungimu, karena saya rindu dan Allah mengizinkan Saya.
Nabi Idris: Wahai Izroil. Saya punya satu permintaan dan tolong kabulkan. Tolong cabut nyawa Saya. Dan minta izin ke Allah untuk mengembalikan nyawa Saya. Saya hanya ingin merasakan sakaratul maut yang banyak orang katakan sangat dahsyat.
Malaikat Izroil: Sesungguhnya saya tidaklah mencabut nyawa seseorang pun, melainkan hanya dengan izin Allah.
Kemudian Allah mengabulkan permintaan Sang Nabi. Dan Malaikat Izroil pun mencabut nyawa Nabi Idris saat itu juga. Malaikat Izroil menangis melihat sahabatnya merasakan kesakitan. Setelah mati, Allah menghidupkan kembali Nabi Idris.
Setelah hidup Nabi Idris menangis sejadi-jadinya. Dia tidak bisa membayangkan jika manusia-manusia lain mengalami sakaratul maut dengan kedahsyatan yang sama.
Bahkan rasulullah pernah menyebutkan : “Sakitnya sakaratul maut itu, seperti tiga ratus kali sakitnya tusukan pedang”. (HR. Ibnu Abu Dunya).
Maka sudah seharusnya kita memperbanyak mengingat mati, agar kita selalu berhati-hati hidup dipermukaan bumi ini. Dan dengan mengingat mati seorang pasti akan mengakhiri perbuatan maksiatnya kepada Allah. Serta lebih giat bertaubat menuju ampunannya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الصَّادِقِ الْوَعْدِ الْأَمِيْنِ، وَعَلٰى إِخْوَانِهِ النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَارْضَ اللهم عَنْ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَآلِ الْبَيْتِ الطَّاهِرِيْنَ، وَعَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الْأَئِمَّةِ الْمُهْتَدِيْنَ، أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَعَنِ الْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ،
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ فَاتَّقُوْهُ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلٰى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاتَّقُوْهُ يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 11 Juli 2025: Rusaknya Hati karena Enam Perkara
7. Bersiaplah Menuju Kematianmu
Khutbah I
بِسْمِ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ. اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى ، وَسَلَامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ اصْطَفَى أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ.
اللهُمْ صَلِّ وَسَلّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِهِ وأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, أَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ اللَّهِ, أَوْصِيْكُمْ وَأَيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّةً مُحَمَّدٍ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَفَرِّجْ عَنْ أُمَّةٍ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَارْحَمْ أُمَّةً مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَانْشُرْ وَاحْفَظْ نَهْضَةً الْوَطَنِ فِي الْعَالَمِيْنَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Kaum muslimin sidang jemaah Jumat yang berbahagia rahimakumullah,
Puji dan syukur Alhamdulillah marilah kita sampaikan kepada Allah Robbul 'Izzati, pada kesempatan Jumat ini kita kembali dapat melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu salat Jumat secara berjamaah di masjid yang kita cintai ini. Sholawat dan salam marilah kita sampaikan kepada uswatun hasanah kita yaitu baginda Nabi Besar Muhammad SAW juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya, semoga kita semua yang hadir di masjid ini, kelak di hari kiamat mendapatkan syafaat dari beliau. Aamiin.
Mengawali khutbah singkat pada kesempatan ini, sebagaimana biasa khatib berwasiat kepada diri pribadi saya dan kepada seluruh jemaah, marilah kita bertakwa kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa yaitu melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
Kaum muslimin sidang jemaah Jumat yang berbahagia rahimakumullah,
Pada khutbah kali ini tema yang akan khatib sampaikan adalah tentang Persiapan Menuju Kematian. Inilah tema yang sangat penting di antara tema-tema yang lainnya yaitu, persiapan menuju kematian.
Sebab pada akhirnya, siapapun kita, walaupun memiliki gelar profesor, doktor dengan jabatan tinggi, dan memiliki kekayaan berlimpah ruah, toh akan mengalami kematian cepat atau lambat, suka atau tidak suka.
Ma'asyiral muslimin RahimakumuLlah,..
Mengingat kematian sudah sepatutnya dilakukan kapan pun dan di mana pun oleh muslim. Seperti dalam penyampaian khutbah Jumat tentang kematian agar kaum muslimin juga bisa mempersiapkan diri dengan baik.
Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa sebaik-baik orang beriman adalah ia yang senantiasa mengingat kematian. Hal ini bersumber dari hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar RA,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ»
Artinya: Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma bercerita: Aku pernah bersama Rasulullah SAW, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad SAW lalu bertanya. "Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?"
Beliau menjawab, "Yang paling baik akhlaknya,"
Orang ini bertanya lagi, "Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?"
Beliau menjawab, "Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal." (HR Ibnu Majah)
Ketika kematian itu tiba semua yang kita miliki tidak bernilai apa-apa, hilang dan sirna tanpa bekas sedikit pun. Rumah yang bertahun-tahun kita bangun dengan biaya ratusan juta, kendaraan mewah yang harganya miliaran, emas permata yang bertumpuk-tumpuk, tabungan deposito di bank yang berjumlah triliunan, kantor mewah tempat bekerja dan orang-orang yang kita cintai seperti anak, istri/suami, semua itu kita tinggalkan tidak berguna sedikit pun. Hanya iman dan amal sholeh selama hidup di dunia yang kita bawa mati menghadap kepada Allah.
Semakin kuat kualitas iman kita dan semakin banyak amal sholeh yang kita lakukan, niscaya semakin besar pula peluang kita mati dalam keadaan husnul khatimah dan akan terhindar dari kematian yang bersifat su'ul khatimah. Kematian su'ul khatimah itu adalah kematian yang buruk dengan proses sakaratul maut yang sangat menyakitkan bagaikan ditusuk pedang 300 kali, demikian sabda Nabi.
Ketika iman dan amal sholeh ini menyertai di dalam kubur, maka kubur itu akan menjadi tempat yang sangat nikmat, nyaman, enak dan menyenangkan, bagaikan taman diantara taman surga (raudhah min riyadhil jannah). Demikian juga ketika bangkit dari kubur untuk dikumpulkan di padang mahsyar akan mendapatkan naungan diatas terik matahari yang sangat dahsyat diatas kepala kita.
Dan puncaknya orang yang memiliki iman dan amal sholeh akan masuk surga Firdaus dengan kenikmatan yang tiada tara, kekal abadi di dalamnya. Sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an surah Al Kahfi ayat 107-108:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنّٰتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا ۙ ١٠٧ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا لَا يَبْغُوْنَ عَنْهَا حِوَلًا ١٠٨
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh memperoleh surga Firdaus sebagai tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari sana.
Menurut ayat tersebut bahwa untuk dapat masuk kedalam surga Firdaus, hanya dengan iman dan amal sholeh yang telah kita perjuangkan selama hidup di dunia. Dengan demikian dapat kita pahami, bahwa betapa berharganya yang namanya iman dan amal sholeh.
Kaum muslimin sidang jemaah Jumat yang berbahagia rahimakumullah,
Kata iman dan amal sholeh seringkali kita membaca dan mendengarnya. Namun, kebanyakan kita tidak memahaminya secara mendalam sehingga kita tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat penting. Padahal dengan iman dan amal sholeh-lah yang mengantarkan kita ke dalam surganya Allah.
Memang untuk memahami secara mendalam memerlukan pengkajian secara intensif dan berkesinambungan. Karena iman itu bersifat abstrak (tidak terlihat), tapi dapat kita rasakan keberadaannya dengan meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan di jagad raya ini.
Untuk dapat meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan, mesti belajar ilmu akidah atau tauhid seperti memahami 20 sifat wajib bagi Allah, ditambah asmaul husna yang berjumlah 99 beserta dalil-dalil untuk memperkuatnya, baik dalil naqli maupun dalil aqli.
Selanjutnya iman yang sudah dipahami tadi mesti dibuktikan dalam bentuk amal sholeh. Amal sholeh itu adalah segala macam perbuatan yang dinilai baik, benar dan positif, dan sesuai dengan ajaran Islam.
Iman kita akan diakui keberadaannya jika dibuktikan dalam bentuk amal sholeh. Sebaliknya amal sholeh kita akan diterima oleh Allah bila didasari rasa iman di dalam hati. Jadi, antara iman dan amal sholeh tidak boleh dipisah karena memiliki keterkaitan erat antara keduanya.
Berdasarkan penjelasan ini maka jangan mimpi kita akan masuk surga, bila tidak ada iman dan amal sholeh selama hidup di dunia. Oleh karena itu selagi kita masih bernapas, mari kita perkuat iman kita dengan ketaatan dan ketundukan kepada Allah terhadap semua ketentuan syariat agama agar menjadi amal sholeh yang bernilai ibadah yang besar pahalanya sehingga kelak kita diperkenankan masuk ke dalam surga Firdaus seperti yang dijanjikan dalam surah Al Kahfi ayat 107-108 tersebut.
Akhirnya, semoga khutbah Jumat edisi ini menjadi pengingat (alarm) yang sangat berharga untuk mempersiapkan datangnya kematian secara tiba-tiba, dan semoga kematian kita nanti tergolong husnul khatimah, aamiin.
بَارَكَ اللَّهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ, وَتَقَبَّلَ مِنّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
Khutbah II
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَاإِنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
عباد الله:
إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا الله العَظِيْمَ يَذْكُرْكُم، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُم، ولذِكرُ الله أكبَر.
Baca juga: Naskah Singkat Khutbah Jumat 11 Juli 2025/ 16 Muharram: Evaluasi Masa Lalu, Siapkan Masa Depan
8. Mengingat Kematian dan Amalan Sesudah Pemakaman
Khutbah I
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَقَالَ الله تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Hadirin Sidang Jumat yang dirahmati Allah,
Marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, atas limpahan nikmat, karunia, serta kesempatan yang diberikan-Nya kepada kita semua hingga kita dapat berkumpul di masjid ini dalam keadaan sehat.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Saw, teladan umat dan pembawa risalah kebenaran bagi seluruh alam.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Pada hari ini, mari kita renungkan satu kenyataan yang pasti, yaitu kematian. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan ajalnya tiba. Kematian adalah takdir yang pasti, namun waktu dan caranya penuh misteri. Kematian seharusnya menjadi pengingat untuk mempersiapkan diri dengan amal kebaikan dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam menghadapi kematian, Rasulullah mengajarkan beberapa amalan yang harus kita lakukan setelah pemakaman. Salah satunya adalah berdoa untuk jenazah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Usman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengingatkan para sahabat untuk mendoakan jenazah setelah dikuburkan. Rasulullah bersabda:
اِسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ, فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ
“Mohonkanlah ampun dan keteguhan hati bagi saudaramu ini, karena ia sekarang sedang ditanya.” (HR. Abu Dawud)
Dari hadis ini, kita belajar bahwa salah satu amalan yang utama setelah pemakaman adalah berdoa agar Allah memberikan ampunan dan keteguhan kepada saudara kita yang telah tiada. Doa tersebut bisa dilakukan baik secara individu maupun berjamaah, baik dalam keadaan berdiri atau duduk. Rasulullah mengutamakan doa sebagai cara menunjukkan kasih sayang kepada saudara kita yang telah meninggalkan dunia.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,
Selain doa, amalan lain yang sangat dianjurkan adalah takziah kepada keluarga yang berduka. Takziah berasal dari kata “‘azza – ya‘izzu,” yang artinya menguatkan atau menyabarkan. Maksud dari takziah adalah menghibur dan memberikan nasihat kepada keluarga yang ditinggalkan agar mereka tetap sabar dan tabah menghadapi musibah.
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk meringankan beban mereka yang sedang berduka, seperti menyediakan makanan bagi keluarga jenazah di hari-hari berkabungnya.
Dalam hadis riwayat Ahmad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menunda untuk bertakziah kepada keluarga Ja’far selama tiga hari, dan ketika beliau mendatangi mereka, beliau menasihati untuk tidak meratapi kepergian Ja’far lagi setelah itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَبْكُوا عَلَى أَخِى بَعْدَ الْيَوْمِ
“Janganlah kalian menangisi saudaraku sesudah hari ini.” (HR. Ahmad)
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun masa berkabung biasanya berlangsung tiga hari, takziah dapat dilakukan kapan saja jika diperlukan. Kapan pun ada keluarga yang membutuhkan penghiburan dan dukungan, kita dianjurkan untuk hadir dan menghibur mereka.
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,
Di antara tradisi yang berkembang di sebagian masyarakat adalah tahlilan dan yasinan pada malam pertama, ketiga, hingga ke-1000 setelah seseorang wafat. Namun, dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2 halaman 173, ditegaskan bahwa tidak ada ayat Al-Qur’an atau hadis yang memerintahkan untuk mengadakan tahlilan pada malam-malam tertentu tersebut.
Dalam Islam, segala bentuk ibadah harus mengacu pada tuntunan Rasulullah saw., seperti yang tercantum dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌ
“Siapa saja yang mengerjakan suatu perbuatan (agama) yang tidak ada perintahku untuk melakukannya, maka perbuatan itu tertolak.” (HR. Muslim)
Hadis ini mengingatkan kita agar berhati-hati dalam mengamalkan ajaran agama. Tanpa dalil yang jelas, tahlilan dan yasinan tidaklah perlu dilakukan, terlebih jika hal tersebut malah menambah beban bagi keluarga jenazah yang sedang berduka. Dalam beberapa keadaan, kegiatan ini juga disertai dengan pemberian makanan dan uang yang sebenarnya dapat memberatkan keluarga yang ditinggalkan.
Rasulullah bahkan mengecam segala bentuk ratapan atau niyahah, yaitu berkumpul untuk menangisi jenazah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Malik al-Asy’ari, Nabi saw. bersabda:
أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِى الأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِى الأَنْسَابِ وَالاِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ وَقَالَ النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
“Empat hal yang terdapat pada umatku yang termasuk perbuatan jahiliyah yang susah untuk ditinggalkan: (1) membangga-banggakan kebesaran leluhur, (2) mencela keturunan, (3) mengaitkan turunnya hujan kepada bintang tertentu, dan (4) meratapi mayit (niyahah).” Beliau juga bersabda, “Orang yang melakukan niyahah bila mati sebelum ia bertaubat, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan pakaian dari tembaga dan mantel yang bercampur dengan penyakit gatal.” (HR. Muslim)
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Maka, marilah kita memperbaiki cara kita menghadapi kematian, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam berinteraksi dengan keluarga yang berduka. Sebaiknya kita meringankan beban mereka dengan menunjukkan kepedulian melalui doa yang tulus dan kehadiran yang menguatkan.
Hindari perbuatan yang tidak ada dasarnya dalam agama dan fokuslah pada amalan yang sesuai dengan sunnah Nabi. Semoga Allah memberikan ampunan kepada saudara-saudara kita yang telah tiada dan menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang ikhlas. Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin.
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ اَمَّا بَعْدُ
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ, وَالْمُؤْ مِنِيْنَ وَالْمُؤْ مِنَاتِ, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتِ, اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, يَا قَاضِىَ الْحَاجَاتِ, وَيَا كَافِىَ الْمُهِمَّاتِ
اَللّهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُ قْنَا اتِّبَاعَةَ, وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِنَابَهُ
رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
اِنَّ اللهَ يَاْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ, اِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025: Mempertahankan Pendidikan Islam di Era Perubahan Zaman
4. Nasihat Kematian, Bagimu yang Masih Bernyawa
Khutbah I
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Hadirin shalat Jum’at yang semoga dalam naungan perlindungan Allah. Segala puji dan syukur mari kita haturkan ke hadirat Allah SwT, dimana karena kemurahan rahmatnya sehingga masih Allah limpahkan beragam nikmatnya kepada kita.
Kemudian, shalawat serta salam mari kita sanjungkan kepada Nabi agung Muhammad saw. Sosok yang telah mengenalkan kita dengan Islam sehingga kita bisa terbebas dari bahaya zaman jahiliyah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Berbicara perihal kematian maka sejatinya Allah telah memperingatkan dalam firmannya bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan yang namanya kematian.
كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Ali-Imran: 185)
Maka tidak ada satupun makhluk hidup di alam semesta ini yang akan luput dari ancaman kematian. Kematian adalah pemutus kenikmatan dan kesengsaraan duniawi, jembatan menuju pertemuan mengahadap Pencipta.
Kehormatan yang kita kejar, harta yang kita usahakan dan keluarga yang kita perjuangkan semuanya akan kita tinggalakan begitu kematian datang menjemput. Ia adalah suatu hal yang tidak dapat kita hindari ataupun kita hindari kedatangannya, Allah telah memberikan peringatan keras terkait hal ini dalam firmannya.
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٞۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمۡ لَا يَسۡتَأۡخِرُونَ سَاعَةٗ وَلَا يَسۡتَقۡدِمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (Al-A’raf: 34)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Maka rasulullah saw menyabdakan, bahwa ketika manusia meninggal dan hendak dihantarkan menuju peraduan terakhirnya, maka manusia akan terbagi menjadi 2 golongan pada saat itu.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا وُضِعَتْ الْجِنَازَةُ وَاحْتَمَلَهَا الرِّجَالُ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَالَتْ قَدِّمُونِي وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةٍ قَالَتْ يَا وَيْلَهَا أَيْنَ يَذْهَبُونَ بِهَا يَسْمَعُ صَوْتَهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الْإِنْسَانَ وَلَوْ سَمِعَهُ صَعِقَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Sa’id AL Maqbariy dari bapaknya bahwa dia mendengar dari Abu Sa’id AL Khudriy radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Jika jenazah diletakkan lalu dibawa oleh para laki-laki di atas pundak mereka, maka jika jenazah tersebut termasuk orang shalih (semasa hidupnya) maka dia (jenazah tersebut) berkata; “Bersegeralah kalian (membawa aku). Dan jika ia bukan dari orang shalih, maka dia akan berkata; “Celaka, kemana mereka akan membawanya?. Suara jenazah itu akan didengar oleh setiap makhluq kecuali manusia dan seandainya manusia mendengarnya, tentu dia jatuh pingsan”. (HR: Bukhari)
Golongan pertama, diisi oleh orang-orang yang semasa hidupnya ia isi dengan ketaatan kepada Allah. Orang yang semasa hidupnya menjadikan dunia sebagai tempat untuk bersinggah dan akhirat sebagai tujuan akhir.
Sehingga karena ia sadar bahwa dunia ini hanyalah sementara maka ia bekerja untuk dunia sebagaimana mestinya tanpa berlebih-lebihan, kemudian ia menjadikan akhirat sebagai finish dari semua perjalanannya sehingga ia mengusahakan yang terbaik supaya mendapatkan tempat terbaik juga di kehidupan akhirat.
Maka tatkala maut menjemput dan jenazah akan dihantar menuju peraduan terakhir ia menyambutnya dengan hati yang tenang dan berbahagia. Kenapa? Karena ia sadar bahwa kuburannya adalah baabun min riyadhil jannah atau pintu menuju taman-taman surga.
Golongan kedua adalah golongan yang diisi oleh orang-orang semasa hidupnya dipenuhi dengan melakukan hal-hal yang berbau kemaksiatan. Penuh dengan keingkaran akan nikmat Allah, lalai akan perintah dan larangan Allah.
Maka tatkala kematian menjemput ia akan menghadapinya dengan dipenuhi ketakutan, kemudian ketika jenazahnya akan diangkut menuju tanah perkuburan maka akan menjadi lebih ketakutan sampai-sampai mengutuki keadaanya sendiri.
Kenapa? Karena ia sadar bahwa liang kuburnya adalah pintu menuju pedihnya azab neraka. Orang-orang inilah yang allah firmankan dalam qur’an bahwa mereka akan memohon supaya dikembalikan ke duinia, digambarkan dalam surat Al-Mu’min ayat 99 mereka mengatakan
حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ٱرۡجِعُونِ
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). (QS. Al-Mu’minun: 99).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Untuk apakah mereka ingin dikembalikan? Apakah untuk menemui keluarga yang dicintai? Atau untuk perbendaharaan yang telah diusahakan? Atau jabatan yang diinginkan?. Tidak, nyatanya mereka ingin dikembalikan ke dunia dijelaskan dalam ayat selanjutnya.
لَعَلِّيٓ أَعۡمَلُ صَٰلِحٗا فِيمَا تَرَكۡتُۚ
Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. (QS. Al-Mu’minun: 100)
Mereka ingin dikembalikan hanya karena ingin memiliki kesempatan untuk melaksanakan amal shalih supaya terbebas dari pedihnya siksa akhirat. Namun apalah daya, nasi sudah menjadi bubur, tiada lagi kesempatan untuk mengulang ketika kehidupan sudah diputus oleh kematian.
بَارَكَ الله ُلِى وَلَكُمْ فِي اْلقُرْاَنِ اْلعَظِيمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَالذِّكْرِاْلحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ الله ُمِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَهُ هُوَالسَّمِيْعُ اْلعَلِيْمِ
Khutbah ke II
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَنَا وَاِيَّكُمْ عِبَادِهِ الْمُتَّقِيْنَ وَاَدَّبَنَا بِالْقُرْاَنِ الْكَرِيْمِ.
اَشْهَدُ اَنْ لاَ الَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. َاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ
فَيَا اَيُّهَا النَّا سُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَقَالَ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَمَلاَءِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِي يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا, اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَا بِهِ اَجْمَعِيْنَ, وَارْضَى عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُوءْمِنِيْنَ وَالْمُوءْمِنَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ ِانَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ ِاذْهَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ِانَّكَ اَنْتَ الْوَهَّاب. رَبِّى اغْفِرْلِى وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيْرًا.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَ خِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبّى اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَالسَّلاَمُ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025/23 Muharram 1447 H: Sudah Benarkah Sholatmu Selama Ini?
5. Kematian Seorang Mukmin Ditangisi Langit dan Bumi
Khutbah I
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
Ummatal Islam,
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memulikan orang yang beriman dengan semulia-mulianya. Dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang memberikan manfaat untuk dunia dan akhiratnya. Bahkan saudaraku, orang-orang yang beriman itu apabila ia meninggal dunia ditangisi oleh bumi dan langit sebagai kemuliaan mereka disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ
“Tidaklah langit dan bumi menangisi mereka (Fir’aun dan bala tentaranya)”
Ada seorang laki-laki datang kepada Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma. Lalu ia berkata, “Wahai Ibnu Abbas, apakah langit dan bumi bisa menangisi seseorang?” Kata Ibnu Abbas, “Iya”
Seorang mukmin apabila ia meninggal dunia maka Allah telah menyediakan untuk setiap mukmin dan setiap manusia pintu di langit yang dari pintu itu turun-turun rezekinya dan dari pintu itu naik ke amalan shalihnya. Ketika si mukmin itu meninggal dunia, maka langit pun menangis karena telah tertutup satu pintu kebaikan. Demikian pula bumi itu kehilangan tempat dimana si mukmin itu senantiasa beribadah kepada Allah di situ. Sehingga bumi pun menangisi seorang mukmin yang meninggal dunia.
Adapun orang-orang kafir, Fir’aun dan bala tentaranya -kata Ibnu Abbas- mereka tidak memiliki kebaikan apapun di dunia. Sehingga kematian mereka tidak ditangisi oleh langit, tidak pula oleh bumi.
Ummatal Islam,
Karena keimanan memberikan manfaat untuk dunia demikian pula memberikan manfaat untuk langit. Keimanan itu hakikatnya adalah memperbaiki apa yang ada pada manusia berupa ketakwaan, berupa amal, berupa ucapan, demikian pula amalan-amalan shalih. Sementara amalan-amalan shalih itu akan naik kepada Allah. Demikian pula ucapan-ucapan yang baik pun akan naik kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada Allah lah ucapan-ucapan yang baik itu akan naik dan Allah pun mengangkat amalan shalih.” (QS. Fatir[35]: 10)
Orang-orang yang beriman senantiasa berusaha untuk beramal kebaikan dalam hidupnya. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengumpamakan orang-orang yang beriman itu bagaikan lebah. Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ لَكَمَثَلِ النَّحْلَةِ أَكَلَتْ طَيِّبًا وَوَضَعَتْ طَيِّبًا
“Sesungguhnya perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah yang selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik” (HR. Ahmad)
Ia senantiasa mengambil sari-sari bunga yang bermanfaat untuk tubuhnya. Lalu ia mengeluarkan madu dari tubuhnya yang bermanfaat untuk kehidupan manusia.
Demikian pula seorang mukmin, ia memakan rezeki yang halal, yang thayyib, yang baik, yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tidak keluar dari seorang mukmin berupa ucapan dan perbuatan kecuali kebaikan.
Lihatlah lebah itu, saudaraku..
Apabila ia hinggap di ranting manapun ia tidak pernah berbuat kerusakan. Demikian pula seorang mukmin, dimanapun ia berada ia tidak pernah berbuat kerusakan. Ia senantiasa berbuat kebaikan, bahan menebar kebaikan.
Maka itulah kehidupan seorang mukmin. Bagaimana seorang mukmin tidak akan ditangisi jasadnya ketika ia meninggal dunia? Bagaimana tidak akan ditangisi oleh bumi sementara bumi sangat memerlukan kebaikan. Karena kemaksiatan itu merusak daratan dan lautan. Allah Ta’ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan, diakibatkan oleh perbuatan-perbuatan manusia.” (QS. Ar-Rum[30]: 14)
Kata para ulama yaitu maksudnya diakibatkan oleh dosa-dosa mereka. Dosa merusak bumi ini, mencabut keberkahan bumi ini. Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata bahwa senantiasa dosa itu mencabut kenikmatan sedikit demi sedikit sampai Allah cabut kenikmatan itu sama sekali. Berapa banyak kaum-kaum yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kenikmatan-kenikmatan, lalu akibat dosa-dosa mereka Allah cabut kenikmatan tersebut.
Kita masih ingat kisah Saba’ di dalam Al-Qur’an, bagaimana Allah mengisahkan kaum Saba’ yang diberikan oleh Allah kenikmatan yang luar biasa. Buah-buahan, air, tanaman dan yang lainnya. Tapi karena mereka tidak mau mengikuti perintah Allah dan RasulNya, akhirnya Allah gantikan kebunnya dengan sesuatu yang pahit, sesuatu yang tidak ada manfaatnya lagi. Allah cabut kenikmatan itu akibat dosa-dosa mereka.
Maka ummatal Islam, dunia tidak akan pernah kiamat selama masih ada seorang muslim, selama masih ada orang yang beriman, yang beribadah kepada Allah, yang menyembah Allah di muka bumi ini. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لَا يُقَالَ فِي الْأَرْضِ اللَّهُ اللَّهُ
“Tidak akan tegak hari kiamat sampai tidak ada lagi di muka bumi orang yang mengingat Allah.” (HR. Muslim)
Disaat tidak ada lagi di muka bumi ini orangnya yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah, di saat itulah kiamat akan tegak. Makanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا عَلَى شِرَارِ الْخَلْقِ
“Tegaknya hari kiamat itu atas seburuk-buruknya makhluk (yang tidak beriman kepada Allah dan kehidupan akhirat)” (HR. Muslim)
Maka itu menunjukkan kemuliaan mukmin, orang-orang yang beriman kepada Allah, yang hanya menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka berbahagialah wahai umat Islam. Orang-orang yang diberikan nikmat iman. Pertahankan iman kita dengan cara kita terus taqarrub kepada Allah. Jangan sia-siakan nikmat iman ini, jangan sia-siakan nikmat Islam ini dengan cara kita memaksiati Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berapa banyak orang-orang yang Allah cabut nikmat iman kepada dia, sehingga ia murtad dari agama Islam karena ia tidak mensyukuri nikmat tersebut. Berapa banyak orang-orang yang nikmat hidayah telah Allah cabut kembali karena ternyata hatinya tidak cocok untuk mendapatkan hidayah tersebut.
أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله..
Ummatal Islam,
Diantara kemuliaan seorang mukmin yang Allah janjikan kepada mukmin yaitu Allah jadikan surga untuk mereka di akhirat. Allah tidak menjadikan surga untuk orang-orang yang beriman itu di dunia. Karena dunia itu sesuatu yang fana, kesenangannya pasti dihiasi dengan kesedihan, kesenangannya pasti akan didahului oleh kelelahan. Di dunia ini tidak ada kesenangan yang sempurna, saudaraku.. Pasti semua akan fana.
Maka Allah tidak ingin menjadikan surga untuk orang yang beriman di dunia ini. Sementara orang kafir, surganya hanya di dunia. sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan dalam riwayat Tirmidzi bahwasannya dunia ini:
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia ini penjara untuk orang yang beriman dan surga untuk orang-orang yang kafir.” (HR. Muslim)
Karena orang yang kafir itu bersenang-senang dan memuaskan syahwatnya bagaikan hewan dan binatang ternak. Tidak peduli dengan batasan-batasan Allah. Mereka menganggap dunia segala-galanya karena mereka tidak meyakini akan adanya hari kebangkitan. Sedangkan orang yang beriman diberikan ujian, ujian, ujian, untuk mengangkat derajatnya disisi Allah, menggugurkan dosa-dosanya. Allah berikan ujian agar si hati mukmin itu tidak tenang dengan dunia, agar si hati mukmin itu sadar bahwa dunia bukan tempat yang abadi. Ia adalah tempat yang sementara.
Kewajiban seorang mukmin sadar bahwa Allah tidak ingin menjadikan surga orang yang beriman itu di dunia. Allah ingin menjadikan surga orang-orang yang beriman itu adalah di akhirat yang kekal dan abadi. Di sanalah kebahagiaan yang hakiki, di sanalah kesenangan yang hakiki, di sanalah kita akan beristirahat selama-lamanya jika memang Allah memasukkan kita ke dalam surga.
Makanya para Sahabat Nabi bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah. Di antara Sahabat ada yang lelah dalam ibadah, ketika ditanya sampai kapan engkau lelah untuk beribadah kepada Allah, kapan engkau akan beristirahat? Sahabat ini berkata, “Biarlah aku istirahat nanti di surga saja, adapun di dunia ini bukan tempat untuk bersenang-senang, bukan untuk untuk tempat berfoya-foya.”
Khutbah II
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَاإِنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
عباد الله:
إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا الله العَظِيْمَ يَذْكُرْكُم، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُم، ولذِكرُ الله أكبَر.
(*)
Baca artikel TribunPriangan.com lainnya di Google News
Naskah Khutbah Jumat Juli
Khutbah Jumat Bulan Muharram
Khutbah Jumat tentang Kematian
Naskah Khutbah Jumat Terbaru
Naskah Khutbah Jumat Hari Ini
Naskah Khutbah Jumat
Teks Khutbah Jumat
Contoh Teks Khutbah Jumat
khutbah Jumat
| Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025: Mempertahankan Pendidikan Islam di Era Perubahan Zaman |
|
|---|
| Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025: Hikmah dan Faedah Besar Suatu Pernikahan |
|
|---|
| Naskah Khutbah Jumat 11 Juli 2025: Rusaknya Hati karena Enam Perkara |
|
|---|
| Naskah Khutbah Jumat 11 Juli 2025: Ingat Kembali Janji Manusia Kepada Allah Sebelum Lahir ke Dunia |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/priangan/foto/bank/originals/Khutbah-jumat-di-Masjid-Agung-Trans-Studio-Bandung-2.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.