Naskah Khutbah Jumat

Teks Khutbah Jumat 18 Juli 2025: Memahami Qadha, Qadar, dan Tanggung Jawab Hamba di Hadapan Allah

Khutbah Jumat 18 Juli 2025/23 Muharram 1447 H dengan judul Memahami Qadha, Qadar, dan Tanggung Jawab Hamba di Hadapan Allah

Penulis: Lulu Aulia Lisaholith | Editor: ferri amiril
Tribun Jogja
NASKAH KHUTBAH JUMAT - Teks Khutbah Jumat 18 Juli 2025: Memahami Qadha, Qadar, dan Tanggung Jawab Hamba di Hadapan Allah. (siakapkeli/ Tribun Jogja) 

TRIBUNPRIANGAN.COM - Berikut ini terdapat Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025/23 Muharram 1447 H dengan judul Memahami Qadha, Qadar, dan Tanggung Jawab Hamba di Hadapan Allah

Penyamapaian Khutbah Jumat merupakan satu dari sekian rukun yang wajib dikerjakan pada hari Jumat.

Ajuran untuk menyampaikan khutbah secara singkat terdapat di dalam sebuah hadits riwayat Muslim dan Ahmad berikut ini.

عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ قَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ طُولَ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلاَةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ وَإِنَّ مِنْ الْبَيَانِ سِحْرًا (رواه مسلم وأحمد)

Artinya: "Dari Ammar Ibn Yasir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesunggunguhnya panjangnya sholat dan pendeknya khutbah seorang khatib adalah tanda kepahaman seseorang tentang agama. Oleh karena itu panjangkanlah sholat dan persingkatlah khutbah; sesungguhnya dalam penjelasan singkat ada daya tarik." (HR Muslim dan Ahmad)

Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025/23 Muharram 1447 H: Sudah Benarkah Sholatmu Selama Ini?

Dalam Islam sendiri menganjurkan supaya khutbah tidak disampaikan terlalu panjang agar jemaah tidak bosan. 

Untuk itu, penting bagi para Khotib agar bisa memperhatikan dengan cermat apa yang disampaikan, agar bisa sampai pada pendengar atau jamaah, dan bisa dicerna serta diamalkan sesuai syarat.

Ada berbagai jenis topik khutbah Jumat, namun kali ini TribunPriangan.com ingin mengulas tentang satu tema dengan judul Memahami Qadha, Qadar, dan Tanggung Jawab Hamba di Hadapan Allah.

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيِّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ . وَقَال: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025: Mempertahankan Pendidikan Islam di Era Perubahan Zaman

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.

Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik ataupun buruk menurut ukuran kita, semuanya adalah atas kehendak dan kekuasaan Allah swt. 

Dalam surah As-Shaffat ayat 96, Allah SWT berfirman:

وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Artinya, "Dan Allahlah yang menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat."

Ayat ini menegaskan bahwa seluruh perbuatan manusia pada hakikatnya terjadi dengan iradah (kehendak) dan qudrah (kekuasaan) Allah swt. Namun, muncul pertanyaan: Jika segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, apakah manusia ini terpaksa (majbur) dalam semua perbuatannya? Dan jika benar demikian, mengapa Allah meminta pertanggungjawaban atas amal perbuatan kita? 

Jawabannya, jamaah sekalian, bahwa manusia tidak sepenuhnya terpaksa atas apa yang ia lakukan. Allah memberikan kepada manusia sesuatu yang disebut iradat juz’iyyah atau kehendak lokal. Dengan kehendak ini, manusia mampu memilih dan memalingkan dirinya kepada kebaikan atau keburukan. 

Selain itu, manusia juga dianugerahi akal yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Apabila seseorang memilih kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala atas usahanya. Sebaliknya, apabila ia memilih keburukan, maka ia akan mendapatkan balasan atas kejahatannya. 

Artinya, manusia tetap bertanggung jawab atas pilihannya, meskipun semuanya terjadi dalam lingkup kehendak Allah swt.  

Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025: Mempertahankan Pendidikan Islam di Era Perubahan Zaman

Namun, ada pertanyaan lain yang sering muncul: Jika Allah menciptakan manusia yang baik dan menghadiahinya surga, sementara ada manusia yang diciptakan buruk lalu disiksa di neraka, apakah itu berarti Allah tidak adil? Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah. Ketahuilah bahwa kita semua adalah milik Allah. Allah berhak melakukan apa pun terhadap makhluk-Nya sesuai kehendak-Nya. 

Sebagai contoh, jika kita memiliki dua ekor ayam, lalu kita memutuskan untuk menyembelih satu dan memelihara yang lain, apakah ada yang bisa menuduh kita tidak adil? Tidak, karena keduanya adalah milik kita. Namun, meskipun kita memiliki kebebasan terhadap ayam tersebut, kita tetap terikat dengan aturan agama dan aturan umum. 

Kita tidak boleh menyiksa ayam tersebut secara semena-mena, karena itu melanggar norma umum juga perintah Allah. Berbeda dengan manusia, Allah tidak terikat oleh hukum atau aturan apa pun. Allah adalah sang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Segala perbuatan-Nya pasti mengandung hikmah, meskipun terkadang hikmah tersebut tidak bisa dijangkau oleh akal manusia. 

Dalam surah Yunus ayat 44, Allah berfirman: 

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ 

Artinya, "Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri."

Maka, takdir Allah adalah mutlak dan tidak bisa disebut zalim. Semua perbuatan Allah selalu berada pada tempatnya dan penuh hikmah. Oleh karena itu, kewajiban kita sebagai hamba adalah mengimani dan menerima dengan lapang dada setiap ketetapan-Nya. 

Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 18 Juli 2025: Warnai Umur dengan Syukur dan Tafakur

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah. 

Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita sering bertanya: Jika segala sesuatu sudah ditakdirkan oleh Allah, mengapa kita masih harus berdoa? Bukankah takdir itu tidak bisa diubah?  Ketahuilah bahwa termasuk dalam ketetapan Allah adalah tertolaknya bala' dengan doa. Sebagaimana disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab al-Adzkar, doa adalah sebab yang Allah tetapkan untuk menolak keburukan dan mendatangkan rahmat. 

Sebagaimana perisai menjadi sebab tertolaknya senjata dan air menjadi sebab tumbuhnya tanaman, demikian pula doa adalah sarana penting yang Allah sediakan untuk kebaikan hidup kita. Maka, jangan pernah kita meremehkan kekuatan doa, karena ia tidak hanya menjadi bentuk ibadah tetapi juga cara yang Allah tetapkan untuk melindungi hamba-Nya dari berbagai musibah dan ujian. 

Namun, jamaah sekalian, keyakinan kepada takdir tidak berarti kita meninggalkan usaha dan doa. Allah memerintahkan kita untuk berikhtiar, sebagaimana Allah juga memerintahkan kaum Muslimin untuk mempersiapkan diri menghadapi musuh dengan senjata (QS. An-Nisa: 102). 

وَلْيَأْخُذُوْا حِذْرَهُمْ وَاَسْلِحَتَهُمْۗ 

Artinya, "... dan hendaklah mereka bersiap siaga dengan menyandang senjatanya." 
Ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya menakdirkan hasil, tetapi juga sebab-sebabnya. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berdoa kepada Allah sambil terus berusaha dengan sungguh-sungguh. Doa adalah bentuk kepasrahan kita kepada Allah, sementara usaha adalah ketaatan kita dalam menjalankan segala perintah-Nya. Jadi, jamaah sekalian, doa adalah bagian dari takdir Allah. Kita tidak boleh lelah untuk terus berdoa, karena doa adalah bentuk penghambaan kita kepada Allah swt.  

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.   

Hal yang juga perlu kita lakukan sebagai adab dalam menyikapi takdir adalah dengan menyandarkan segala kebaikan kepada Allah dan menyandarkan keburukan kepada diri kita sendiri. Sebagai contoh, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam surah Asy-Syu’ara ayat 78-80 mengatakan: 

الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ . وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ . وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ 

Artinya, "Dialah Allah yang menciptakan aku, lalu Dia memberiku petunjuk. Dan Dialah yang memberi aku makan dan minum. Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku." 

Perhatikan bagaimana Nabi Ibrahim menyandarkan petunjuk, makanan, minuman, dan kesembuhan kepada Allah. Namun, ketika berbicara tentang penyakit, beliau menyandarkannya kepada dirinya sendiri. Inilah adab yang harus kita teladani. Hal ini juga sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 79: 

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ 

Artinya, "Apa-apa yang mengenai dirimu dari kebaikan, maka itu dari Allah. Dan apa-apa yang mengenai dirimu dari keburukan, maka itu dari dirimu sendiri."

Baca juga: Naskah Singkat Khutbah Jumat 11 Juli 2025: 7 Upaya untuk Menata Hati

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri, bertawakal kepada Allah, dan berdoa agar selalu diberikan kebaikan di dunia dan akhirat. Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang diridhai oleh Allah swt.  

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ  

Khutbah II 

الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ  ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ  
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر

(*)

Baca artikel TribunPriangan.com lainnya di Google News

Sumber: Tribun Priangan
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved