Longsor di Gunung Kuda Cirebon

Kisah Puji, Korban Longsor Gunung Kuda Cirebon yang Gugur Tertimbun Setelah Selamatkan Banyak Orang

Seorang ayah, suami, dan sahabat yang korbankan dirinya demi orang lain. Suaranya yang terakhir terdengar bukan rintihan, tapi seruan penuh kepedulian

Editor: Dedy Herdiana
Tribuncirebon.com/Adim Mubaroq
GUGUR SETELAH MENYELAMATKAN - Penampakan foto Puji Siswanto milik keluarganya. Puji Siswanto adalah korban longsor tambang galian C di Gunung Kuda, Dukupuntang,Cirebon yang meninggal setelah menyelamatkan orang lain. 

Laporan Kontributor Tribuncirebon.com Majalengka, Adim Mubaroq

TRIBUNPRIANGAN.COM, CIREBONBerikut ini ada kisah korban longsor tambang baru galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon yang gugur tertimbun setelah menyelamatkan banyak orang.

Di balik deru alat berat dan tanah longsor yang menimbun harapan di Gunung Kuda, Dukupuntang, Cirebon, nama Puji Siswanto (50) kini tinggal dalam kenangan.

Seorang ayah, suami, dan sahabat yang mengorbankan dirinya demi orang lain. Suaranya yang terakhir terdengar bukan rintihan, bukan keluhan, melainkan seruan penuh kepedulian: "Lari, Lari!". Suara yang menyelamatkan orang lain. Tapi tidak sempat menyelamatkan dirinya sendiri.

Pagi itu, Jumat (30/5/2025), tak ada tanda bahwa segalanya akan berubah. Seperti biasa, Puji bangun lebih awal, berpamitan dengan istrinya, lalu berangkat pukul lima pagi dari rumahnya di Desa Parungjaya, Leuwimunding, Majalengka. Ia menuju tambang rakyat Gunung Kuda, tempatnya bekerja sebagai pekerja harian. Sudah tiga tahun ia mengais rezeki di sana, demi dua anak perempuannya dan istrinya tercinta.

"Enggak ada firasat apa-apa, biasa aja. Cuma pamit kerja kayak biasanya," tutur kerabat korban, Ema Setia Laksana, Senin (2/6/2025) malam.

Baca juga: Kisah Anak 12 Tahun Dalam Mobil Tertimbun Longsor 3 Jam di Tambang Batu Gunung Kuda Cirebon, Selamat

Di tambang, Puji dikenal sebagai pekerja rajin. Gajinya harian, antara Rp100 ribu hingga Rp150 ribu, tergantung hasil. Bukan besar, tapi cukup untuk menafkahi anak sulung yang sudah mulai bekerja dan si bungsu yang baru kelas satu SMP.

Ketika tanah mulai retak dan bebatuan bergeser, Puji melihatnya lebih dulu. Ia tahu bahaya sedang mengintai. Tapi bukan dirinya yang lebih dulu ia pikirkan.

"Dia sempat teriak, 'Lari! Lari!' ke teman-temannya," cerita Ema, seraya menggambarkan suasana genting yang saat itu.

Rekan-rekannya lari. Operator alat berat selamat, meski luka-luka. Mereka mengatakan, andai Puji tidak berteriak, mereka mungkin juga ikut tertimbun.

"Operator nya datang ke sini kemarin, selamat. Sampai di sini sama istrinya nangia-nangis. Karena tanpa diberitahu kernetnya (Puji), mungkin dia juga seperti apa nasibnya," ucap Eman.

Baca juga: Longsor Gunung Kuda Cirebon Terus Diselidiki Polisi, Perhutani hingga ESDM Siap-siap Dipanggil

Tapi Puji tak sempat menyelamatkan diri. Tubuhnya terpeleset, menabrak kendaraan, dan longsor datang terlalu cepat. Ia tertimbun. Tanpa sempat berpamitan. Tanpa sempat kembali.

"Ya mungkin Allah SWT berkehendak lain, beliau menyelamatkan yang lain, suruh lari, mas Puji-nya sendiri enggak bisa lari," tutur Ema.

Hari demi hari, jenazah-jenazah lain ditemukan. Tapi Puji tetap hilang. Hingga Senin sore (2/6/2025), di bawah bucket alat berat, tubuhnya ditemukan. Ketika jenazah tiba di rumah duka Senin malam, tak ada lagi isak tangis yang pecah keras. Yang ada hanya keheningan panjang dan mata-mata yang basah.

"Setiap hari menangis. Tapi begitu jasad datang, sudah... sudah tidak bisa menangis lagi. Tangisnya habis. Yang tersisa hanya doa," ucap Ema lirih.

Halaman
12
Sumber: Tribun Priangan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved