Ketua KPU Garut Dipecat
Profil Dian Hasanudin, Ketua KPU Garut yang Dipecat DKPP RI, Dulu Dikenal Sebagai Aktivis
Profil Dian Hasanudin, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut, yang dipecat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
TRIBUNPRIANGAN.COM - Profil Dian Hasanudin, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut, yang dipecat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP RI). Dulu dikenal sebagai aktivis di Garut.
Dian menjadi ketua baru Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut untuk masa jabatan 2024-2029 bersama 4 Komisioner KPU lainnya yang secara resmi telah dilantik di kantor KPU Pusat, Jakarta Pusat, Sabtu lalu (3/2/2024).
Dilansir dari garutintannews, sebelum menjadi Ketua KPU, Dian Hasanudin bergabung di KPU Garut sejak bulan November 2023 melalui penggantian antar waktu (PAW). Setelah itu Dian mengikuti seleksi dan masuk nominasi kembali.
Sebelum berkiprah di KPU, kiprah Dian Hasanudin telah dikenal sebagai aktivis sejak masih duduk di jenjang perguruan tinggi, Fakultas Ekonomi Universitas Garut.
Pada masanya, pria kelahiran 16 Juni 1986 ini pernah dipercayai menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Program Studi Manajemen (HIMAPROSMA) Universitas Garut.
Terhitung sejak tahun 2010, Dian telah aktif mengikuti banyak organisasi, seperti MAPAG, HMI Cabang Garut, KNPI Kabupaten Garut, Lakpesdam PCNU Kabupaten Garut, PBC Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kabupaten Garut, Pengurus Kamar Dagang dan Industri Kabupaten Garut, dan Pengurus BPC Gapensi Kabupaten Garut.
Baca juga: Pencoblosan Pilkada 2024 Tinggal Menghitung Hari, KPU Garut: Kami Telah Persiapkan Segala Hal
Aktivitas Dian pun berkembang ketika mulai konsen ke dunia pendidikan dan melakukan beberapa penelitian, tercatat ada sekitar 9 penelitian yang pernah dilakukannya terutama tentang Dana BOS, audit penyediaan air bersih dan pemetaan kemiskinan Garut.
Puncaknya, di tahun 2019, Dian Hasanudin mengikuti seleksi Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Garut (DPKG) dan terpilih menjadi anggota DPKG periode 2019-2024.
Kini, pasa dikukuhkan memegang jabatan Ketua KPU Kabupaten Garut, Dian Hasanudin berkomitmen akan segera melaksanakan program jangka pendek KPU Garut. Terlebih hari H Pemilu 2024 yang hanya tinggal menghitung hari, ia akan memastikan kelancaran dan keberhasilan Pemilu 2024 agar terlaksana dengan baik, tepat waktu, dan berkepastian.
Adapun Komisioner KPU Kabupaten Garut 2024 – 2029 selain Dian Hasanudin yang telah dilantik selaku Ketua, ada Dedi Rosadi sebagai Divisi Teknis Penyelenggaraan, Rikeu Rahayu sebagai Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM, Yusuf Abdullah sebagai Divisi Data dan Informas, dan Asyim Burhani sebagai Divisi Hukum dan Pengawasan.
Dipecat
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Ketua KPU Kabupaten Garut, Dian Hasanudin.
Sanksi tersebut dibacakan dalam sidang pembacaan putusan terhadap 10 perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (14/4/2025).
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada kepada Teradu I Dian Hasanudin selaku Ketua merangkap Anggota KPU Kabupaten Garut terhitung sejak putusan ini dibacakan," ucap Heddy Lugito selaku Ketua Majelis pada siaran pers di akun Instagram DKPP RI.
Dian Hasanudin yang berstatus teradu I dalam perkara 278-PKE-DKPP/XI/2024 dinilai telah melanggar prinsip mandiri dalam proses rekapitulasi perhitungan suara secara berjenjang Pemilu 2024 di Kabupaten Garut sehingga merusak kredibilitas pemilu itu sendiri.
“Prinsip mandiri merupakan pegangan utama dan paling penting yang harus dipedomani oleh penyelenggara pemilu. Namun teradu I telah melanggar prinsip tersebut, oleh karena itu DKPP berpendapat teradu I layak dijatuhi sanksi lebih berat dari pada Anggota KPU Kabupaten Garut lainnya,” kata Anggota Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi membacakan pertimbangan putusan.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Heddy Lugito, didampingi empat Anggota Majelis, yaitu J. Kristiadi, I Dewa Wiarsa Raka Sandi, Ratna Dewi Pettalolo dan Muhammad Tio Aliansyah.
Diberitakan sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa ketua dan empat anggota KPU Kabupaten Garut dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 278-PKE-DKPP/XI/2024 di Kantor Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Rabu (19/2/2025).
Kelima nama yang diperiksa adalah Dian Hasanudin (ketua), Dedi Rosadi, Yusuf Abdullah, Asyim Burhani, Rikeu Rahayu. Mereka diadukan oleh seorang bernama Firmansyah.
Firmansyah mendalilkan para teradu telah memanipulasi berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat Kabupaten Garut pada Model D.Hasil KABKO-DPR Kabupaten Garut.
Menurutnya, ada perbedaan antara hasil perolehan suara Caleg DPR RI tingkat kecamatan yang dibacakan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pameungpeuk saat pleno di tingkat kecamatan dengan pleno di tingkat kabupaten. Saat dibacakan di tingkat kabupaten, terdapat selisih 32 suara dengan hasil perolehan suara yang dibacakan di pleno tingkat kecamatan.
“Ada 32 suara tidak sah pada pleno tingkat Kecamatan yang menjadi suara sah pada saat pleno tingkat kabupaten. Hal ini tidak hanya terjadi di Kecamatan Pameungpeuk, melainkan juga terjadi di Kecamatan Cilawu,” paparnya.
Firmansyah menambahkan, perbedaan yang menuai protes dari beberapa saksi partai politik ini tidak diindahkan oleh para teradu. Para teradu, lanjutnya, justru tetap membawa perolehan suara yang diduga salah tersebut ke pleno tingkat provinsi.
“Terjadi interupsi dan perdebatan panjang karena hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan berbeda dengan yang dibacakan para teradu di pleno tingkat provinsi. Terdeteksi ada empat kecamatan yang mengalami perubahan suara,” ungkap Firmansyah.
Dalil-dalil di atas pun dibantah oleh para teradu. Ketua KPU Kabupaten Garut, Dian Hasanudin, menyebut bahwa pihaknya hanya membacakan rekapitulasi penghitungan suara yang ditetapkan oleh PPK saat pleno di tingkat kabupaten.
Dian menegaskan bahwa pihaknya tidak tahu menahu adanya perbedaan suara tersebut karena rekapitulasi penghitungan suara tingkat kecamatan telah ditetapkan oleh PPK dari setiap kecamatan.
“Hasil penghitungan suara tingkat kecamatan bukan ditetapkan, dipimpin, dan ditandatangani oleh teradu, melainkan oleh PPK. Tidak benar jika teradu dianggap mengetahui dan melakukan perubahan suara,” katanya.
Dian menambahkan, terdapat opsi keberatan yang diajukan oleh saksi jika memang terdapat perbedaan suara. Jika memang perbedaan suara tersebut dianggap tidak dapat diselesaikan di tingkat kecamatan, maka hal itu dapat dilanjutkan dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten.
Menurutnya, adanya perbedaan suara pada empat kecamatan baru diketahui setelah rapat pleno di tingkat kabupaten selesai. Selama rapat pleno tingkat kabupaten berlangsung, Dian mengatakan tidak ada satu pun keberatan dari saksi peserta Pemilu tentang perbedaan suara di empat kecamatan.
“Teradu hanya mengetahui adanya kesalahan dalam penjumlahan (suara) saja dan tidak mengetahui ada perbedaan dalam setiap rincian raihan suara setiap calon. Tidak ada keberatan dari saksi peserta pemilu ataupun pengajuan formulir kejadian khusus terkait hal ini,” jelas Dian.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Heddy Lugito. Ia didampingi oleh tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Jawa Barat, yaitu Hedi Ardia (unsur KPU), Nuryamah (unsur Bawaslu), dan Nina Yuningsih (unsur Masyarakat). (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.