Naskah Khutbah Jumat

Naskah Khutbah Jumat 21 Februari 2025: Sambut Ramadhan dengan Penuh Rasa Gembira

Berikut Ini Dia Naskah Khutbah Jumat 21 Februari 2025: Sambut Ramadhan dengan Penuh Rasa Gembira

TribunPriangan.com/Dedy Herdiana
NASKAH KHUTBAH JUMAT - Sejumlah jamaah usai melaksanakan Salat Jumat di Masjid Syahidan, Balekota Tasikmalaya, Jumat (31/1/2025). Berikut Naskah Khutbah Jumat 21 Februari 2025: Sambut Ramadhan dengan Penuh Rasa Gembira. 

Bulan ini adalah bulan yang diberkati, bulan ini adalah bulan diturunkannya Al-Qur'an, bulan ini adalah bulan terjadinya peristiwa Lailatul Qadar, sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan dan di bulan juga merupakan bulan dimana pintu maghfirah (ampunan) dibuka selebar-lebarnya serta segenap amal kebajikan dilipatgandakan pahalanya. Mengingat betapa mulianya bulan ini, maka alangkah bahagianya jika pada momentum Ramadhan ini kita dapat bersama-sama meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita serta mengisinya dengan segala kebajikan.

Baca juga: Naskah Singkat Khutbah Jumat 14 Februari 2025/15 Syaban 1446 H: Pentingnya Menjaga Silaturahmi

Sidang Jum'at yang dimuliakan Allah

Dari seluruh keistimewaan Ramadhan, yang paling penting bagi kehidupan umat manusia terletak pada kewajiban untuk melaksanan puasa sebagaimana firman Allah SWT:

يا ايُّهَا الّذِيْنَ امَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Albaqarah 2: 183)

Dalam ayat ini, tersirat makna bahwa sebenarnya puasa bukanlah ibadah yang baru dilaksanakan ketika kedatangan Islam akan tetapi sudah dilaksanakan jauh sebelumnya. Para pakar perbandingan agama mendapatkan data bahwa sebelum mengenal agama Samawi, orang-orang Mesir kuno, orang-orang Yunani dan Romawi telah mengenal puasa. Demikian juga dengan orang-orang Majusi, Budha, Yahudi dan Kristen. Dalam karyanya "al-Fahrasat" Ibnu Nadim menyebutkan bahwa orang-orang Majusi berpuasa tiga puluh hari dalam setahun. Mereka juga melakukan puasa-puasa sunnah yang ditujukan sebagai penghormatan kepada bulan, Mars dan Matahari. Sementara At-Thabari dalam tafsirnya, Jami` al-Bayan, menyebutkan bahwa seluruh pemeluk agama samawi (ahl kitab) diwajibkan oleh Allah untuk melaksanakan puasa.

Barangkali terdapat perbedaan mengenai tata cara berpuasa antara satu agama dengan agama lainnya. Namun yang penting untuk kita camkan, dipraktekkannya model ibadah dengan cara menahan diri dari makan, minum dan hawa nafsu oleh agama-agama dan umat manusia dari rentang masa yang satu ke rentang masa berikutnya menegaskan bahwa ibadah puasa merupakan ibadah yang bersifat universal. Ia dipandang sebagai jalan yang sangat efektif dalam dalam mendekatkan diri kepada Tuhan.

Sedangkan dalam Islam, puasa memiliki keistimewaan yang berbeda dengan ibadah-ibadah lain. Dalam sebuah Hadits Qudsi, Allah berfiman:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ اِلا الصَّوْم فَاِنَّهُ لِي وَاَنَا أجْزِي بِهِ

Artinya: "Semua amal anak Adam (manusia) untuk dirinya sendiri kecuali puasa, sebab  puasa  itu  adalah untuk-Ku, dan  Aku sendiri yang akan membalasnya."

Ketika melaksanakan puasa, sebenarnya tidak ada yang dapat mengetahui apakah seseorang sedang berpuasa atau tidak. Tidak menutup kemungkinan adanya orang yang terlihat berpuasa namun sebenarnya ia tidak melaksanakan ibadah puasa. Ketika sepi dari orang lain bisa saja ia makan, minum atau mengumbar hawa nafsu tanpa sepengetahuan orang lain. Pendek kata, hanya si pelakulah yang mengetahuinya apakah ia sedang berpuasa atau tidak. Lalu apakah yang membuat seseorang tetap menjaga puasanya? Satu-satunya jawaban adalah keimanan yang terpatri dalam jiwanya.

Dalam konteks ini, puasa sebenarnya adalah latihan dan uji kesadaran akan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, Dzat yang mengetahui dan mengawasi segenap tingkah laku manusia, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Jika seseorang yang berpuasa betul-betul berdasarkan motivasi keimanan nan dapat menjaga tindak tanduknya selama berpuasa maka ia akan mendapatkan pencerahan ruhani dan dikembalikan kepada fitrahnya sebagai manusia, makhluk yang mulai tanpa bercak noda dan dosa sebagaimana sabda Rasulullah:

شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ كَتَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ وسَنَّنَ لَكُمْ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ

Artinya: "Bulan ramadhan, bulan dimana Allah telah mewajibkan kamu sekalian berpuasa dan aku sunnahkan kamu untuk melaksanakan sholat malam. Barangsiapa puasa Ramadhan dan sholat malam dengan dasar iman dan ihtisab, dia telah keluar dari dosa-dosanya sebagaimana hari dia dilahirkan oleh ibunya."

Baca juga: Naskah Singkat Khutbah Jumat 14 Februari 2025/15 Syaban 1446 H: 3 Menjaga Keikhlasan dalam Beribadah

Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 14 Februari 2025/15 Syaban 1446 H: 3 Hikmah Mengetahui Pentingya Puasa Ramadhan

Sidang Jum'at yang berbahagia

Sumber: Tribun Priangan
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved