Apa Itu Darurat Militer yang Bikin Ricuh Korea Selatan, Bisa Diterapkan di Indonesia?

Kata Darurat Militer tiba-tiba muncul dan trending di media sosial X, dipicu pengumuman Presiden Korea Selatan yang membuat chaos di negaranya

Penulis: Machmud Mubarok | Editor: Machmud Mubarok
Istimewa
Sejumlah panser dan tank berseliweran di jalan menuju Gedung Majelis Nasional di Seoul setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Selasa (3/12/2024) mengumumkan darurat militer untuk melindungi negara dari kekuatan komunis. 

Di Indonesia ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.23 Tahun 1959 tentang Pencabutan UU No. 74 Tahun 1957 (Lembaran Negara No. 160 Tahun 1957) dan Penetapan Keadaan Bahaya.

Beleid ini mengatur mengenai darurat militer. Dalam Pasal 1 Perppu 23/1959 disebutkan bahwa pihak yang menyatakan darurat militer adalah presiden. Dalam kondisi tertentu ada hal-hal yang membuat presiden bisa menetapkan darurat militer.

Pasal 1 Perppu 23/1959 menyatakan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:

1. keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;

2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;

3. hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup negara.

Selain itu, terdapat aturan mengenai negara darurat yang turut menyinggung persoalan mengenai darurat militer. Dikatakan negara dalam kondisi darurat diatur dalam Pasal 12 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa presiden menyatakan keadaan bahaya, syarat-syarat dan akibatnya ditetapkan dengan UU.

Selain itu, dalam Pasal 22 Perppu 23/1959 dinyatakan:

1. Dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti UU.

2. Peraturan pemerintah harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikutnya.

3. Jika tidak mendapat persetujuan, maka Peraturan Pemerintah tersebut harus dicabut.

Berdasarkan aturan hukum tersebut, maka presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan suatu keadaan darurat serta dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti UU berdasarkan persetujuan DPR.

Dalam Peraturan Perundang-Undangan Keadaan Bahaya dinyatakan bahwa yang memiliki kewenangan untuk menyatakan negara dalam keadaan darurat bukan hanya presiden, namun juga dapat dinyatakan melalui Panglima Tertinggi Angkatan Perang yang dimuat dalam Pasal 1 angka 1 Perppu Keadaan Bahaya.

Dalam situasi bahaya, penguasa sesungguhnya dapat melakukan beberapa hal istimewa yang disesuaikan dengan derajat gentingnya keadaan bahaya yang dihadapi.

Oleh sebab itu, hal istimewa ini dapat dilakukan oleh penguasa dalam keadaan bahaya yang dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu dalam keadaan darurat sipil, darurat militer dan penguasa perang. (*)

 

 

Sumber: Tribun Priangan
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved