Lipsus Kampung di Garut Dibakar DI

Kisah Gerombolan dan Tragedi Mencekam Kampung-kampung di Garut Jawa Barat Dibakar DI/TII

tragedi paling terkenal atas kekejian gorombolan terjadi di wilayah Kecamatan Leles dan Kecamatan Limbangan, 10 warga Garut dilaporkan meninggal

|
TRIBUNJABAR / SIDQI AL GHIFARI
Pemandangan wilayah Gunung Beser, Gunung Sadakeling di Kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut, Jawa Barat yang alami kebakaran pada Sabtu (30/9/2023). 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id Garut, Sidqi Al Ghifari

TRIBUNPRIANGAN.COM, GARUT - Perundingan Renville pada tanggal 7 Januari tahun 1948 antara pihak Indonesia dan Belanda menimbulkan masalah baru. 

Dalam perjanjian itu Indonesia gagal mempertahankan  wilayah, salah satunya adalah wilayah Jawa Barat. Saat itu Belanda hanya mengakui Sumatera, Jawa Tengah dan Yogyakarta sebagai wilayah Indonesia. 

Masalah baru yang muncul adalah memberontaknya Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).

Dasarnya adalah karena ketidakpuasan Kartosoewirjo terhadap Indonesia yang tidak mampu mempertahankan wilayah Jawa Barat di Perundingan Renville. 

Kemudian pada bulan Pebruari 1948 Tentara Islam Indonesia (TII) dibentuk. DI (Darul Islam) yang didirikan Sekarmadji Maridjan Kartosoewiryo dengan TII yang berpanglima Raden Oni ini saling berhubungan lantaran keduanya sudah pernah bertemu untuk melepaskan wilayah Jawa Barat dari cengkeraman Belanda. 

Sejarawan dan Budayawan Kabupaten Garut, Warjita mengatakan, kemunculan DI/TII menjadi kejadian menakutkan bagi warga Garut. Pasalnya, seiring berjalannya waktu pasukan mereka mulai melakukan hal-hal yang merugikan penduduk Garut khususnya di wilayah perkampungan. 

Baca juga: Benarkah 600 Warga Jawa Barat Masih Terafiliasi NII? Begini Kata Kesbangpol

Ia menuturkan, masyarakat Garut menyebut pasukan DI/TII sebagai "Gorombolan" atau zaman gorombolan. Orang-orang gorombolan kerap turun dari gunung dan memasuki pemukiman warga untuk mencari pembekalan. 

"Mereka turun gunung, bagi masyarakat yang tidak kooperatif atau tidak mendukung gerakan mereka, nasibnya akan dibinasakan," ujarnya saat dihubungi Tribunjabar.id, Senin (22/7/2024). 

Ia menuturkan, tragedi paling terkenal atas kekejian gorombolan terjadi di wilayah Kecamatan Leles dan Kecamatan  Limbangan, 10 warga Garut dilaporkan meninggal dunia, sekolah ditutup dan puluhan rumah dibakar. 

Tragedi yang diindikasikan dilakukan oleh gerombolan tersebut terjadi pada malam kemerdekaan Republik Indonesia pada hari Rabu tanggal 17 Agustus tahun 1950. 

"Selain masyarakat yang jadi sasaran karena tidak kooperatif mendukung gerakan DI/TII, mereka biasanya menyasar para pejabat," ungkapnya. 

Warjita menjelaskan, teror tersebut membuat masyarakat Garut yang berada di pedalaman memilih untuk mengungsi ke wilayah perkotaan. 

Bahkan, beberapa diantara mereka juga memilih mengungsi ke luar daerah seperti Jakarta, Cianjur, Bandung dan wilayah lain yang dianggap aman. 

"Bahkan orang tua dari Mantan Kapolda Jawa Barat Jenderal Suntana juga mengungsi ke Jakarta, saat itu tahun 60-an, orang tuanya asli Kecamatan Karang Tengah Garut," ungkapnya. 

Hal yang sama juga dirasakan oleh Yuningsih (85) warga Desa Maripari, Kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Ia dan suaminya terpaksa harus mengungsi ke wilayah Cianjur demi menghindari gorombolan. 

Suaminya saat itu merupakan orang yang pernah bersama-sama berjuang dengan KH Yusuf Tauzziri melawan serangan pasukan Kartosoewirjo di Pesantren Cipari, Kecamatan Pangatikan.

"Kakek dulu mengungsi ke Cianjur bekerja di sana, jadi apa saja, jadi tukang sol sepatu, ibu juga waktu itu ikut mengungsi," ujarnya. 

Ningsih menuturkan, wilayah Sukawening dan sekitarnya kerap menjadi sasaran orang-orang gorombolan dalam menjalankan aksinya. 

Karena menurutnya, wilayah di Sukawening dan Karang Tengah merupakan wilayah pegunungan yang disebut sebagai tempat persembunyian gerombolan

Jika dilihat dari letak geografis, wilayah Gunung Beser, Gunung Sadakeling, dan Gunung di Karang Tengah berbatasan dengan wilayah Tasikmalaya. 

Wilayah pegunungan tersebut juga dekat dengan Desa Pangwedusan, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya yang menjadi tempat Raden Oni ditetapkan sebagai panglima TII. 

"Dulu ibu kembali ke Garut tahun 70-an, alhamdulillah sejak saat itu kami bisa punya saudara di Cianjur, sampai sekarang hubungannya tidak pernah putus," ungkap Ningsih. 

Upaya penyelesaian Pemberontakan DI/TII kemudian berhasil ditumpas oleh militer Indonesia melalui operasi pagar betis dengan dibantu oleh ulama dan rakyat. 

Operasi tersebut berhasil menangkap Kartosoewirjo, beberapa jajaran petinggi dan para pengikutnya. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1962 Kartosoewirjo dijatuhi hukuman mati berdasarkan keputusan Pengadilan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper). 

Sang imam itu pun kemudian dieksekusi mati di Kepulauan Seribu pada tanggal 5 September 1962, itulah akhir dari Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat. 

Simak berita update TribunPriangan.com lainnya di: Google News

Sumber: Tribun Priangan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved