Naskah Khutbah Jumat

TEKS KHUTBAH JUMAT Hari Ini 9 Februari 2024, Hukum Berpolitik Uang dalam Islam Jelang Pemilu 2024

Naskah Khutbah Jumat 9 Februari 2024, Bahasan Hukum Praktik Politik Uang dalam Islam di Tahun Pemilu

Tribun Jogja
Ilustrasi memilih pemimpin di Pemilu 2024 

Allah melarang praktik menyogok ini, karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejujuran.

Tindakan suap dapat menyebabkan orang yang berwenang mengambil keputusan yang tidak adil dan tidak jujur, karena mereka telah dipengaruhi oleh suap yang diterimanya.

Hal ini dapat merugikan pihak lain yang seharusnya mendapatkan haknya.

Begitupun dalam hadits, Nabi Muhammad bersabda bahwa Allah telah melaknat penyuap dan penerima suap.

Laknat adalah kutukan dari Allah swt, yang berarti pelakunya akan mendapatkan siksa dan murka dari Allah swt.

عن عبد الله بن عمرو قال لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ

Artinya; "Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah saw melaknat orang yang melakukan penyuapan dan yang menerima suap." [HR Tirmidzi dan Abu Dawud]

Baca juga: Teks Khutbah Jumat 2 Februari 2024 Singkat Bertema : Hikmah Penting Peristiwa Isra dan Miraj

Dalam sebuah hasil penelitian disebutkan bahwa praktik politik uang telah menjadi hal yang umum dalam pemilihan umum di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun lokal.

Secara sederhana, definisi politik uang atau yang sering disebut money politic adalah praktik pemberian uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk mempengaruhi pilihannya dalam pemilu.

Perlu kita sadari bahwa praktik ini dapat merusak demokrasi karena dapat menghilangkan pilihan bebas pemilih dan mendorong penyalahgunaan kekuasaan.

Lebih jauh lagi, praktik ini juga mendorong prilaku korupsi karena adanya biaya politik yang tinggi.

Baca juga: Naskah Khutbah Jumat 9 Februari 2024, 4 Pelajaran yang Patut Diambil dalam Peristiwa Isra Miraj

Pasalnya, calon peserta pemilu atau pilkada harus mengeluarkan biaya puluhan hingga ratusan milyar untuk memenangkan pemilihan.

Biaya ini dapat digunakan untuk membayar tim kampanye, iklan, dan menyogok pemilih untuk meraup suara pemilih.

Untuk menutupi biaya politik yang tinggi, calon peserta pemilu atau pilkada yang melakukan politik uang akan cenderung untuk melakukan korupsi setelah terpilih.

Logika sederhananya, seorang yang menggelontorkan modal di awal yang besar, pasti ingin modal kembali.

Sumber: Tribun Priangan
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved