Kenang Longsor Sampah TPA Leuwigajah, Warga Adat Cierundeu Tabur Bunga dan Doakan Para Korban
Kenang Longsor Sampah TPA Leuwigajah, Warga Adat Cierundeu Tabur Bunga dan Doakan Para Korban
TRIBUNPRIANGAN.COM, CIMAHI - Hembusan angin dan suara karinding yang dimainkan tokoh-tokoh Kampung Adat Cireundeu mengiringi tabur bunga di tempat penampungan akhir (TPA) Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.
Kegiatan itu dalam rangka memperingati tragedi longsor sampah TPA Leuwigajah 18 tahun lalu.
Tragedi kelam tersebut masih melekat di ingatan warga Kampung Adat Cireundeu karena longsor gunung sampah setinggi 60 meter dan panjang 200 meter itu telah menewaskan sebanyak 157 orang pada 21 Februari 2005 silam.
Baca juga: 46 Band Metal Sukses Meriahkan Supermusic X Hellprint Monster of Noise III di Cimahi
Dalam memperingati tragedi longsor sampah itu, warga Kampung Adat Cireundeu, anak sekolah, dan mahasiswa tampak khidmat untuk mendoakan para korban longsor dan tentunya mereka tak ingin kejadian yang sama kembali terulang.
Dengan menggunakan pakaian pangsi hitam, para tokoh Kampung Adat Cireundeu duduk di atas tebing setinggi 60 meter.
Di bawah tebing itu merupakan lahan eks TPA Leuwigajah. Mereka silih berganti menaburkan bunga sambil berdoa.
Baca juga: Ingin Perpanjang SIM? Berikut Jadwal SIM Keliling Polres Cimahi Hari Ini
Bunga yang ditaburkan berterbangan ke bawah tebing karena terbawa hembusan angin kencang, sehingga prosesi tabur bunga yang bertepatan dengan Hari Peringatan Sampah Nasional (HPSN) 2023 ini terasa begitu sakral.
Tak hanya menaburkan bunga, tokoh Kampung Adat Cireundeu juga menyiramkan air yang dibawa dari mata air Gunung Pasir Panji menggunakan wadah dari bambu.
"Inti dari tabur bunga ini, kami ingin mendoakan korban dan kejadian yang sama jangan sampai terulang lagi," ujar Tokoh Kampung Adat Cireundeu, Abah Widi saat ditemui di eks TPA Leuwigajah, Selasa (21/2/2023).
Baca juga: Bejat, Seorang Ayah Asal Cimahi Tega Aniaya 2 Anak Kandungnya, 1 Meninggal Dunia
Poin yang tak kalah penting dalam prosesi tabur bunga tersebut, kata dia, untuk memperingati peristiwa kelam karena ratusan korban yang meninggal dunia akibat tertimbun gunungan sampah merupakan manusia.
Dia tak menampik bahwa tragedi longsor sampah tersebut merupakan kesalahan manusia dalam mengelola sampah.
Namun, dalam hal ini tidak perlu mencari siapa yang salah karena peristiwa mengerikan itu sudah terjadi.

"Dulu ada konsep yang tidak dilakukan dengan benar oleh pengelola TPA ini, di sini dulu banyak kesalahan dalam mengelola sampah," katanya.
Sebelum kejadian itu, kata dia, ada perjanjian lisan antara pemerintah dengan warga bahwa pengelolaan sampah di TPA Leuwigajah seperti kucing berak, tapi lama kelamaan malah berubah menjadi anjing berak.
"Kalau kucing berak itu kan ketika membuang kotoran lalu ditimbun dengan pasir atau tanah. Tapi yang terjadi justru anjing berak, jadi begitu buang akhirnya lari," ucap Abah Widi.
Baca juga: Kelangkaan Minyakita Terjadi di Kota Cimahi dan Bandung Barat
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.